Mohon tunggu...
Mawar Merah
Mawar Merah Mohon Tunggu... -

Mawar Merah tidak hanya membawa lebih banyak makna daripada banyak warna mawar yang lain, hal ini juga salah satu yang paling universal dari semua simbol. Sepanjang sejarah mawar merah telah memberikan banyak signifikansi. Mawar merah telah diwakili dalam karya seni yang tak terhitung jumlahnya, dari lukisan klasik dan puisi musik modern dan media. Mereka telah muncul sepanjang sejarah dan di banyak budaya sebagai simbol politik dan agama. Para mistik bunga mawar merah telah menjadi sumber inspirasi bagi banyak beragam sepanjang zaman. Namun, sebagai simbol untuk cinta: mawar merang paling diakui.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Jejak “Misterius” Jaringan Teroris Melayu

16 April 2010   09:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:46 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_119851" align="alignright" width="300" caption="Ilustrasi/Admin (Kompas/Pinkan Elita Dundu)"][/caption]

Serangkaian aksi teror di Indonesia konon berkaitan dengan Al Qaeda dan jaringan regional yang lebih luas. Tapi tuduhan itu masih perlu dibuktikan. Dalang dan motifnya tak terungkap hingga kini.

PENELUSURAN TNI dan Polri tentang kelompok teroris di Aceh memang sudah sampai pada tahap lanjut: Gelar Operasi Intelijen. Sebanyak 71 anggota teroris itu, 40 diantaranya telah tertangkap dan kepolisian masih memburu yang lain dalam daftar pencarian orang atau DPO. Namun, masih ada pertanyaan penting yang tersisa: benarkah mereka bertindak sendirian? Tak aneh pula, orang tetap masih berspekulasi bahwa mereka yang ditangkap polisi kini hanyalah kaki tangan dan bukan dalang yang profesional lagi terorganisasi itu. Masalahnya adalah siapa mereka dan atas dasar motif apa mereka melakukan kejahatan itu. Teori paling umum yang kini beredar dan paling banyak dikutip media, adalah bahwa para pelaku yang ditangkap itu merupakan anggota dari sebuah organisasi berjaringan luas. Kepala desk Antiteror Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Ansya'ad Mbai menyebutkan jaringan itu bisa saja Jamaah Islamiyah dan Al Qaeda. Keberadaan dan aktivitas para teroris di Aceh Besar, Aceh, diyakini memang bisa menjadi bagian dari persiapan skenario besar baru jaringan teroris internasional dengan sasaran kawasan perairan Selat Malaka. Melihat fakta-fakta lain, tak aneh jika orang juga menuding kelompok tersebut, menggunakan teror untuk mencapai cita-cita mereka membangun khilafah Islamiah di Asia Tenggara. Lagi-lagi mengutip ‘laporan intelijen', pernah dilaporkan jaringan televisi CNN bahwa Rabitatul Mujahidin-sayap militer Jamaah Islamiyah yang berhubungan dekat dengan Al Qaeda. Salah satu contoh, Syaifullah, menurut sumber intelijen, datang ke Indonesia dua hari sebelum ledakan di Bali dengan menggunakan paspor palsu warga negara Amerika Serikat. Di Semarang, Jawa Tengah, dia bertemua dengan ‘sel Al Qaeda di Indonesia' yang diwakili Imam Samudera dan Muchlas- yang terakhir ini disebut menggantikan Hambali atau Riduan Ishamudin, yang kini entah ada di mana. Laporan CNN diperkuat oleh Rohan Gunaratna, penulis buku Inside Al Qaeda, yang mengatakan bahwa Rabitatul dibentuk atas permintaan Al Qaeda untuk menfasilitasi interaksi kelompok mujahidin di Asia Tenggara dengan rekan mereka di Asia Selatan dan Timur Tengah. Laporan itu juga memuat pernyataan Andrea Dominggo, seorang pejabat tinggi imigrasi Filipina yang mengatakan Al Qaeda memang memasok dana ke Rabitatul Mujahidin yang dibentuk pada 1999. Sinyalemen kaitan ‘sel-sel teror Indonesia' juga diungkap mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) A.M. Hendropriyono dalam disertasi doktoral yang dipertahankan di UGM, telah diterbitkan dalam bentuk buku Terorisme: Fundamentalisme Kristen, Yahudi, Islam mengungkapkan jaringan teroris global Al Qaeda terdiri dari empat clusters yang terbuat di sekitar orang-orang yang berpengaruh (nodes). Cluster keempat adalah Asia Tenggara, terdiri dari anggota al-Jamaah al-Islamiyah dan sel-selnya di Indonesia, Singapura, Filipina, dan Malaysia. Termasuk Moro Islamic Liberation Front (MILF), the Moro National Liberation Front (MNLF), dan gerilyawan Abu Sayyaf di Filipina. Namun, meski ada sinyalemen luas tentang kaitan antara gerakan teror di Indonesia dan jaringan internasional Al Qaeda, semua ini baru sebagian cerita. Banyak sinyalemen itu didasarkan pada data intelijen. Pengakuan para tersangka Jamaah Islamiyah yang ditangkap di Singapura dan tersangka Kumpulan Mujahidin Malaysia (KMM) yang ditangkap di Malaysia juga harus diperlakukan hati-hati mengingat selama ini tidak ada pihak independen yang dapat mengakses mereka. Para tersangka itu ditahan atas dasar Internal Security Act (ISA), yang memungkinkan tidak didampingi pembela dan bahkan tidak perlu diadili. Sejauh ini, para wartawan dan bahkan polisi Indonesia tidak memiliki akses langsung terhadap tokoh yang bernama Hambali alias Riduan Ishamudin. Dalam kasus ini, jangan heran jika berbagai spekulasi berseliweran. Demikian pula dengan pengakuan Al Faruq. Terkandung pertanyaan besar: kenapa Intelijen Indonesia menyerahkan pesakitan yang diakui terlibat dalam kejahatan besar itu kepada Amerika Serikat? Secara terpisah, kehidupan warga Indonesia saat ini tak lebih dari belimbing di batu gilingan. Dalam masyarakat Aceh tersua hadih maja (peribahasa): batee di ateuh batee di miyup, nyang caye boh limeng di teungoh. Artinya, "di atas batu, di bawah batu, di tengah-tengah belimbing terjepit". Betapa tidak, terkait razia KTP sekarang: sedikit terbalik dengan razia masa konflik dulu. Saat itu, KTP yang dicari oleh polisi adalah kental keacehannya, semisal nama dan alamat dari Aceh. Sekarang, identitas yang disoroti adalah KTP asal Jawa. Terlepas dari itu, masyarakat tetap jadi tumbal. Dulu dengan alasan politik, sekarang dengan dalih jihad. Tidak hanya itu, saat naik ke gunung hendak mencari nafkah, warga acap kena sweeping oleh pihak teroris. Tatkala turun kembali ke kampung, mereka dapat interogasi dari polisi. Tak ayal pula, kadang giliran teroris menembak warga dengan alasan yang tak jauh beda dengan dalih polisi: karena lari dan dicurigai. Dari penelusuran GD, Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri (BHD) mengungkapkan fakta bahwa prajurit-prajurit Dulmatin ternyata dilatih untuk mengincar orang-orang yang berposisi strategis. Karena itu, pola serangan menggunakan bom di tempat-tempat umum dan hotel asing diubah. Mereka kini menggunakan senjata api dan mengincar pejabat sebagai sasarannya. Menurut alumnus Akpol 1974 itu, mereka mengarah pada pejabat Polri, pemerintah dan TNI. "Ya kayak kita-kita ini," kata Bambang lalu tersenyum. Belum jelas betul peta kasus kelompok teroris Aceh ini, saat ditanya apakah sudah ada target spesifik berupa nama orang. Kapolri tak menjawab. "Saya kira (data, red) sudah cukup," kata mantan Kabareskrim itu. Pelatihan militer menggunakan senjata api mengindikasikan ada perubahan pola itu. Entah terkait atau tidak, sejumlah media cetak terbitan Aceh, menyebutkan bahwa di dalam pemerintahan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Irwandi Yusuf sendiri hadir orang asing yang menjadi penasehatnya. Sebut saja, LeRoy Hollenbeck. Pria asal Amerika Serikat ini telah lama hadir di dalam pemerintahan Aceh, semenjak Pj Gubernur Azwar Abu Bakar. LeRoy awalnya bekerja di BRR-NAD-Nias kemudian diperbantukan di Pemda Aceh. Masih menurut sumber yang sama, LeRoy juga diduga agen intelijen CIA untuk Aceh. Selain LeRoy, tercatat ada tiga lainnya yang bersama Gubernur Irwandi. Seperti Reenata Korber (warga Austria), William Ozkaptan yang bertindak sebagai Koordinator Badan Narasumber Damai Aceh atau Aceh Peace Resource Center (APRC). Ia juga warga Amerika Serikat. Yang menarik, hadirnya seorang pria asal Australia bernama Dr. Damien Kingsbury. Track record-nya jelas, dosen senior pada Deakin University ini terlibat dalam kasus lepasnya Timor-Timur (kini Timor Leste) dari Indonesia tahun 1999. Ia sempat dideportasi oleh pihak imigrasi lantaran masuk ke Aceh lewat jalur ilegal pada November 2007. Tak hanya itu, menurut sebuah laporan soal operasi intelijen internasional Hawk Eye. Terkait dengan Aceh adalah operasi ini digelar dengan basis di Pulau Weh, Sabang. Digunakannya Sabang sebagai basis mereka, karena Sabang memiliki pelabuhan yang akan digunakan sebagai Pelabuhan Bebas. Operasi ini sendiri dikabarkan bakal melibatkan Mossad, CIA, M16, dan Scotland Yard. Sumber GD di kalangan intelijen mengungkapkan bahwa mereka mengincar Pelabuhan Sabang karena pemerintah Filipina menutup pangkalan militer AS di Clark dan Subic. Ditambah lagi, semakin meningkatnya perdagangan di Pelabuhan Benghazi, Libya. Oleh pihak Rusia, pelabuhan ini dipakai sebagai tempat menyuplai persenjataan ke beberapa negara di Timur Tengah. Dalam kondisi ini, Hawk Eye berada di Bhosporus, Turki. Posisi ini sangat timpang karena kontrol komando yang sangat panjang antara Washington-Brussel-Colon-Sisilia-Diego Garcia-Leghorn, Irlandia, membutuhkan biaya yang tinggi dan teknologi satelit dengan metode digital pada jaringan yang panjang serta lebar. Sementara, CIA, Mossad, M16, dan Scotland Yard berusaha merancang titik-titik Hawk Eye pada gerbang lintasan antar benua. Pihak CIA menaruh harapan pada Perancis di Terusan Suez. Mereka pun berupaya membuka titik pos di Sasebo, tapi terhalang di Vladivostok dan Shakalin milik Rusia. Di pos Diego Garcia mereka juga terhalang oleh Teluk Andaman dan Nikobar. Maka harus ada titik lain pada gerbang Samudera Hindia dan Selat Malaka sebagai tempat lalu lintas ekonomi AS dan Uni Eropa. Tidak ada alternatif lain kecuali menjadikan Pelabuhan Sabang sebagai jaringan Hawk Eye. Laporan ini bukan tanpa dasar, dari penelusuran GD, bahwa pengelolaan Pelabuhan Bebas Sabang ini dipegang oleh Dublin Port Company (DPC). Izin ini dikantongi oleh perusahaan asal Irlandia dapat saja dijadikan alasan untuk melaksanakan ‘proyek' Hawk Eye. Apalagi, Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) kurang berpengalaman dalam tata laksana pelayaran interkontinental sehingga mudah jika pihak asing ‘bermain' dan merugikan Indonesia. Jika ditelisik ke belakang, pembukaan kembali Pelabuhan Bebas Sabang ini adalah mantan Presiden Abdurrahman Wahid melalui Menteri Perindustrian dan Perdagangan kala itu, Luhut Binsar Panjaitan. Mantan Presiden Abdurrahman Wahid telah mensahkan Surat Keputusan Menperindag No. 23/MPP/01/2001 tertanggal 10 Januari 2001. Salinan dari surat keputusan yang diterbitkan ‘secara diam-diam' dan tak jelas nasibnya sampai saat ini: Surat Keterangan Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No. 23/MPP/01/2001 tanggal 10 Januari 2001 tentang Pencabutan Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 102/SK/VIII/1967 tentang Pelaksanaan Peraturan-Peraturan di Bidang Kebijakan Ekspor dan Pemasaran Barang-Barang Produksi Indonesia. Dalam kasus gerakan teror di Indonesia, ada juga aspek sejarah yang perlu dipertimbangkan. Berbagai kasus teror setelah jatuhnya rezim Soeharto tidak pernah terungkap tuntas dan sebagian diantaranya memberikan petunjuk adanya keterlibatan oknum institusi negara. Bahkan, jika terorisme menjadi isu penting di Indonesia, pendekatan yang sekarang dilakukan hampir seluruhnya mewakili pendekatan keamanan dengan dukungan kuat negeri besar seperti Amerika Serikat dan Australia. Masih ingatkah, bahwasannya Amerika Serikat membantu Indonesia dengan dana untuk menangkal terorisme sebesar Rp 144 miliar, sementara Australia membantu sekitar rp. 10 miliar. Adalah ironis jika Australia bahkan lebih terbuka menyatakan keinginannya untuk bekerja sama dengan Kopassus-pasukan elite militer yang sering dituding melakukan pelanggaran hak asasi-dalam rangka melawan terorisme. (diolah dari berbagai sumber/wan)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun