Mohon tunggu...
Mawar Hitam
Mawar Hitam Mohon Tunggu... -

Ingin mereka wujud dari yang tak berwujud

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mendompleng Rezeki

20 Februari 2012   08:28 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:26 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Krentang....krenteng....krentang....krenteng.....

Bunyi pasir bercampur batu saling berperang dalam sebuah botol kosong

“Jangan memilih aku..., bila kau tak mampu setia....”

Suara cempreng bersatu padu dengan deru mesin metro mini yang menderu

Keluar dari mulut ceking ibuku

Memecah kabut malam yang kian pekat

Berusaha melantungkan lagu ciptaan mereka yang bermasalah dengan cinta

Itu kisah cinta mereka,

Kisah cinta yang dengan mudahnya bisa mereka jual tuk menghasilkan duit

Bagaimana dengan kisah cintaku?

Kisah cintaku bertumpu pada pematian rasa seorang ibu

Ibuku dengan bermodalkan wajah dekilku,

Suara tangisku, air mataku yang kupaksakan keluar

Berharap bisa mendompleng rezeki dari ketenaran lagu tersebut

Tubuh tak terurus sang anak seakan tak menurunkan harga diri seorang ibu

Isak tangis kesakitan akibat cubitan ibu

terpaksa keluar dari tenggorokkanku yang tercekat

Air mata menetes keluar dari kedua bola mataku yang nanar

Menatap bingung bercampur harap pada para penumpang yang sedang bermimpi

Mempertegas kerja ibuku tuk mengais rezeki yang tak tentu

Oh ibu... mengapa aku dieksploitasi?

Bukankah jam segini aku seharusnya aku berada di balik selimut yang hangat?

Mengapa aku harus menangis, mengapa engkau menyakitiku

dengan alasan yang belum sepenuhnya dapat ku mengerti?

namun satu hal yang aku tahu, bahwa setelah ini aku bisa makan enak

Meskipun itu hanya sebutir telur bersama garam dan nasi

Namun inilah yang bisa kau lakukan

Agar perutku tak lagi keroncongan di tengah malam yang pekat

Meski untuk itu hatimu harus kau bentuk bak baja yang tak memiliki perasaan

Namun sesungguhnya aku tahu, hatimu yang paling terkoyak dan berdarah

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun