[caption id="attachment_416075" align="aligncenter" width="500" caption="Buah yang akan dijadikan rujak manis"][/caption]
Ada yang lain saat saya memasuki kawasan Jalan Polisi Istimewa Surabaya. Kawasan yang dulu bernama Jalan Dr. Sutomo itu sudah sejak lama dikenal orang sebagai salah satu sentra kuliner jalanan. Di jalan itu pula Anda bisa melihat dari dekat bangunan tua warisan Belanda, yakni gedung SMK Saint Louis dan Gereja Katedral Surabaya.
Di sebelah kanan-kiri sepanjang Jalan Polisi Istimewa itu terlihat puluhan lapak dorong yang menjajakan bermacam makanan. Tapi yang paling dominan adalah lapak para pedagang rujak manis. Sebagian lagi para pedagang lumpia khas semarang dan kuliner lainnya.
[caption id="attachment_416076" align="aligncenter" width="270" caption="Kebersamaan Pak Sukmadi dan istri"]
[caption id="attachment_416077" align="aligncenter" width="270" caption="Lapak Sri Gading memang beda"]
Masing-masing lapak dorong umumnya ditunggui oleh seorang pedagang, apakah itu pria atau wanita. Tapi untuk lapak rujak manis yang di depannya bertuliskan nama Sri Gading itu sepertinya tampil beda.
Dari ukuran lapaknya mungkin tak berbeda jauh dengan lapak para pedagang rujak manis lainnya. Lapak rujak manis Sri Gading terlihat begitu spesial karena ditunggui oleh pasangan yang usianya sudah tidak muda lagi. Penasaran? Lalu siapa sebenarnya mereka itu?
Mereka adalah Pak Sukmadi dan sang istri tersayang. Keduanya tinggal tidak jauh dari kawasan Jalan Polisi Istimewa. Sejak pensiun dari pekerjaannya beberapa tahun yang lalu, Pak Sukmadi mengaku tak mau berdiam diri di rumah saja. Bersama istrinya ia mengisi masa pensiunnya dengan membuka lapak rujak manis di belokan Jalan Polisi Istimewa Surabaya.
“Mumpung masih kuat dik, ya seperti inilah hiburan saya” tuturnya dengan santun.
Lelaki tua kelahiran Surabaya 63 tahun silam itu terlihat tetap enerjik di usia senjanya. Istrinyapun demikian. Meski terbilang tua namun keduanya tetap bugar dan pintar menjaga penampilan.
“Kami selalu berdua menunggui lapak ini” lanjutnya.
[caption id="attachment_416078" align="aligncenter" width="270" caption="Siap disajikan"]
Awalnya saya tertarik dengan rujak manisnya, kemudian secara diam-diam saya justru mengagumi sosok dan kepribadian mereka. Keberadaan mereka menjadi inspirasi sederhana bagi saya atau mungkin juga para penikmat rujak manis lainnya.
Betapa tidak, kebersamaan keduanya seolah menjadi sebuah kekuatan besar. Keduanya tak bisa dipisahkan begitu saja. Bila berjualan seorang diri karena salah satunya berhalangan atau sakit, mereka malah akan merasa malas atau enggan. Tapi bila berdua, bekerja seiring sejalan dan saling membantu tentu akan terasa mudah dan ringan.
[caption id="attachment_416079" align="aligncenter" width="400" caption="Dengan ditemani kerupuk bawang tambah siip"]
Sebungkus rujak manis Pak Sukmadi dihargai Rp. 12.000,-. Makan rujak manis terasa kurang pas tanpa ditemani kerupuk bawang. Harga sebungkus kerupuk bawang cuma Rp. 5000,-.
Rujak manis Jalan Polisi Istimewa memang beda. Macam buahnya lebih banyak dan irisannya mantap. Ada buah apel, semangka, belimbing, jambu air, nangka, ketimun, kedondong dan mangga muda.
Bumbunya dicampur kacang tanah dengan rasa pedas yang pas. Gula merah yang digunakan juga terpilih. Anak kecilpun pasti suka dengan rasanya. Rujak manis mungkin akan terasa lebih nikmat bila disajikan oleh penjual yang mirip dengan sosok Pak Sukmadi. Se-lapak berdua bersama sang istri tersayang.
[caption id="attachment_416080" align="aligncenter" width="400" caption="Pembelinya juga bermobil lho!"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H