Anda pasti pernah melihat orang berjualan pakaian. Untuk bisa berjualan atau berbisnis pakaian, seseorang setidaknya harus menyediakan modal yang cukup besar untuk mendirikan tempat berjualan, itu bisa berupa stan, toko (outlet) atau butik dan tentunya barang berupa pakaian yang akan dijual kepada pembeli. Pakaian yang akan dijual harus dikulak terlebih dulu dari toko besar, perancang mode atau kreasi sendiri. Modal bisa berasal dari uang sendiri (swadaya murni) atau meminjam kepada pihak lain, apakah itu perseorangan atau lembaga perbankan. Mungkin berbisnis pakaian seperti ini bagi sebagian orang akan terasa berat dan sulit untuk dilakukan karena terkendala oleh modal usaha.
Di Desa Kedamean, Gresik-Jawa Timur, ada seorang perempuan yang kesehariannya berbisnis pakaian, bukan sembarang pakaian yang ia jual melainkan pakaian bekas dipakai orang lain. Suliyana nama perempuan itu, di sela-sela waktunya mengurus keluarga di rumah ia masih menyempatkan diri berjualan pakaian bekas.
Gaya berbisnis pakaian ala Suliyana itu terbilang unik. Ia tidak mengulak pakaian baru seperti yang dilakukan para penjual pakaian di pasar atau toko baju melainkan berburu pakaian bekas. Saban hari ia harus berkeliling dari desa ke desa di wilayah Gresik untuk mendapatkan pakaian bekas layak pakai yang kemudian dijual lagi. Sebagai seorang yang sudah terbiasa berburu pakaian bekas Suliyana tahu di mana saja ia harus mendapatkan pakaian-pakaian bekas itu.
“Biasane aku nekani omahe wong sing sugih kuwi (biasanya saya mendatangi rumah orang kaya, red)”, ujarnya dengan polos. Perempuan kelahiran 42 tahun silam itu biasanya mendatangi rumah orang yang cukup berada yang biasanya suka gonta-ganti mode pakaian (fashionable) atau orang biasa yang ia yakini menyimpan banyak pakaian yang sudah tak terpakai. Ndilalah ada saja setiap harinya orang yang pakaian bekasnya ingin dibeli oleh Suliyana.
Sebagai pemburu pakaian bekas tentu tidak semua pakaian asal ia beli, perempuan beranak dua itu memiliki kriteria khusus. Ia bisa dengan leluasa menentukan harga saat memborong sejumlah pakaian bekas. Namun kadang ia juga kurang beruntung karena pemilik pakaian bekas tadi tidak setuju dengan harga yang ia tentukan.
Pakaian-pakaian bekas yang telah dikulak Suliyana untuk selanjutnya dicuci bersih. Bila ada yang rusak karena lolos dari pengamatannya maka ia jahit atau permak kembali. Jas, kemeja lengan panjang, celana jeans atau jaket kulit meski ada kerusakan sedikit ia kadang masih mau membelinya asalkan warnanya tidak pudar dan kalau diperbaiki menjadi tidak kentara rusaknya.
“Klambi-klambi iki tak dol maneh nang pasar mas (baju-baju ini saya jual lagi ke pasar, red)”, ungkapnya sambil menyeleksi baju bekas yang akan ia beli. Pakaian bekas hasil buruannya kemudian ia gelar di pasar atau ia pajang saat ada acara-acara penting di desanya. Pakaian bekas ia sulap kembali menjadi pakaian yang meski tidak baru namun boleh jadi cocok bagi orang lain. Dari berjualan pakaian bekas itu ia bisa menghidupi keluarganya.
“Aku nyekolahno anak nang Al-Azhar soko kasile dodolan klambi (saya bisa menyekolahkan anak ke Al-Azhar dari hasil berjualan pakaian, red)”, ungkapnya dengan rasa bangga. Seperti kita ketahui bersama, Yayasan Pendidikan Al-Azhar merupakan yayasan pendidikan yang bonafide dan mahal. Sebagian dari kita mungkin tak percaya kalau seorang Suliyana yang hanya berjualan pakaian bekas sanggup menyekolahkan kedua anaknya ke jenjang pendidikan setaraf SMU di bawah naungan yayasan Al-Azhar yang ada di pusat Kota Gresik. Toh nyatanya ia sanggup melakukannya. Kalau sebelumnya Suliyana hanya menggunakan sepeda motor butut untuk berburu pakaian bekas, kini ketika usaha bisnis jual-beli pakaian bekasnya maju dengan pesat ia mampu membeli kendaraan motor matik keluaran baru.
Ketika sebagian perempuan yang memposisikan dirinya sebagai ibu dari putra-putri yang dilahirkannya dan istri dari suami tercinta memilih sebagai konco ing wingking (teman di belakang, red) atau berpandangan suwargo nunut neroko katut (semua apa kata suami, red) termasuk soal ekonomi keluarga maka berbeda dengan Suliyana. Ia tak melawan kodratnya sebagai ibu dan istri, ia justru menjadi tulang-punggung ekonomi keluarga yang tak kalah handalnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H