Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Melihat Canda Ria Komodo di Kebun Binatang Surabaya

18 Juli 2016   15:40 Diperbarui: 13 Agustus 2016   11:03 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bentuk kepedulian terhadap KBS (dok.pri)

Pro dan kontra seputar keberadaan Kebun Binatang Surabaya (KBS) kian santer terdengar. Sebagian pihak memperjuangkan dan ingin tetap mempertahankan kebun binatang yang sudah ada sejak jaman Belanda itu. Salah satu bentuk kepedulian itu dilakukan oleh segenap alumni SMA Trimurti Surabaya. Bahkan Tri Rismaharini sendiri sebagai Walikota Surabaya telah berjuang keras untuk kebaikan kebun binatang itu.

Asal tahu saja, KBS dulunya bernama “Soerabaiasche Planten-en Dierentuin” (Kebun Botani dan Binatang Surabaya). Atas jasa seorang jurnalis bernama H.F.K. Kommer yang memiliki hobi mengumpulkan berbagai jenis binatang itu maka mulai 31 Agustus 1916 berdirilah Kebun Binatang Surabaya. Lokasi KBS yang pertama berada di Jalan Kaliondo pada tahun 1916, kemudian pada tahun 1917 pindah ke Jalan Grudo. Dan pada tahun 1920 pindah ke daerah Darmo sampai sekarang ini.

Dulu koleksinya sangat lengkap entah sekarang ini. Terdapat lebih dari 300 spesies satwa dan terdiri atas lebih dari 4300-an binatang. Termasuk didalamnya satwa langka Indonesia maupun dunia yang terdiri atas mamalia (binatang menyusui), aves (bangsa unggas), reptilia (hewan melata), pisces (jenis ikan) dan masih banyak lagi.

KBS pada lebaran 1437 H (6-7 Juli 2016) yang baru lalu menjadi salah satu tujuan mengisi liburan meriah kami. Pada hari lebaran ke-2, Bon-bin Surabaya masih dipadati pengunjung. Bila diperhatikan dari kendaraan yang berjajar rapi di halaman parkir pasti pengunjung bon-bin itu setidaknya berjumlah ribuan orang.

Harga tiket masuk KBS sebesar 15 ribu untuk setiap orangnya. Setelah membayar tiket masuk, petugas bon-bin memberikan stiker yang dilekatkan pada pergelangan tangan. Harga ini termasuk lebih mahal bila dibandingkan dengan tiket masuk Kebun Binatang Ragunan Jakarta yang hanya sekitar 5 ribu rupiah perorangnya. Suasana dalam KBS tak ubahnya keadaan pada beberapa tahun silam saat kami sekeluarga berkunjung ke sana. Pada libur lebaran tahun ini, KBS penuh sesak dengan pengunjung, hampir tak ada tempat untuk rehat sejenak, nongkrong santai sembari melepaskan rasa lelah. Di setiap sudut KBS dijubeli para pengunjung. Mereka tidak segan-segan menggelar tikar atau alas untuk sekedar duduk-duduk atau beristirahat sambil menikmati bekal makan siang mereka.

KBS memang tidak seluas Kebun Binatang Ragunan yang ada di Jakarta. Masing-masing koleksi satwa berada di tempat yang berdekatan. Untuk bisa menikmati koleksi demi koleksi dan berkeliling KBS tidak membutuhkan  waktu yang lama. Kalau belakangan terdengar suara sumbang tentang satwa komodo yang tewas akibat gagal jantung maka pada kunjungan kami di libur lebaran kemarin itu, komodo justru menjadi pusat perhatian para pengunjung KBS. Pasalnya hewan yang bernama ilmiah Varanus komodoensis itu terlihat sedang bercanda-ria dengan komodo lainnya. Kurang jelas apa maksud tingkah laku kadal raksasa yang panjangnya bisa mencapai 3 meter itu. Sebagian pengunjung termasuk kami menduga kalau satwa yang kini termasuk langka dan harus dilindungi itu sedang kawin. Tingkah pola hewan yang diduga sebagai sisa binatang purba itu seolah sedang bercumbu-rayu dengan lawan jenisnya atau bahkan mungkin duel untuk berebut pasangan, entahlah. Tentu saja hal itu mengundang perhatian para pengunjung KBS.

Koleksi KBS lainnya seperti kuda nil selama ini hanya kami lihat saat hewan asal Sungai Nil (Mesir / Afrika) itu sedang berkubang dalam air. Pada kunjungan kemarin itu kami dan tentunya banyak pengunjung bon-bin lainnya sempat melihat kuda nil keluar dari kubangannya. Wow… seperti itu wujud hewan bertubuh kekar dengan bobot bisa mencapai 5 ton itu. Kuda nil bermulut besar dengan taring yang sangat tajam ternyata juga makan rerumputan yang tumbuh di sekitar kolam tempat ia biasa berkubang. Tak lama kemudian ia kembali berendam di kubangannya.

Mengunjungi bon-bin ternyata tidak sekedar mengisi liburan secara meriah. Bila kita perhatikan secara lebih seksama, papan informasi yang terpasang di masing-masing tempat koleksi satwa bisa dibaca dan dipahami oleh pengunjung. Mereka  akan mendapatkan keterangan singkat dan jelas tentang satwa itu. Mulai dari daerah asal satwa, makanannya, habitat atau tempat hidupnya, cara berkembang-biaknya dan keterangan lain tentang satwa itu yang sangat bermanfaat. Singkat kata, melancong ke bon-bin tidak sekedar plesir murah-meriah namun dari segi edukatif kita juga mendapatkan manfaatnya.

Pengunjung yang membludak memang sangat diharapkan oleh pihak pengelola KBS, sayangnya hal yang tak terhindarkan juga kerap kali terjadi. Aksi buang sampah sembarangan masih saja terjadi. Beberapa sudut KBS bukan saja banjir oleh para pengunjung namun onggokan sampah masih terlihat berserakan. Kami sempat nggak mood dengan pemandangan seperti itu. Padahal slogan atau ajakan untuk menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan yang berupa papan peringatan sudah dipasang di berbagai penjuru KBS namun tetap saja sampah menumpuk di sana-sini.

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun