Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Inilah yang Khas di Jalan Juanda Bogor

20 September 2014   17:21 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:08 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_360268" align="aligncenter" width="500" caption="Pedagang talas Bogor di dekat gerbang masuk kebun raya"][/caption]

Usai sarapan pagi saya berpamitan ke kakak, minta ijin kalau hari ini hendak menjelajah Kota Bogor. Kakak menyarankan agar saya menggunakan kereta commuter line saja untuk bepergian ke Bogor, selain murah juga bebas macet.

Saat pagi hari biasanya gerbong kereta jurusan Bogor terlihat cukup longgar. Saya bisa duduk dengan nyaman tanpa berdesak-desakan. Hari masih pagi ketika saya sampai di stasiun kereta api Bogor. Hanya perlu waktu kira-kira setengah jam perjalanan menggunakan kereta commuter line dari kediaman kakak di Desa Beji, Depok-Jawa Barat.

[caption id="attachment_360269" align="aligncenter" width="400" caption="Seorang pelukis di trotoar Kebun Raya Bogor"]

14111824871824570723
14111824871824570723
[/caption]

Saya sempat melihat-lihat sebentar stasiun ini. Bila diperhatikan stasiun kereta api Bogor ini termasuk berusia tua. Itu nampak benar dari gaya arsitektur kusen-kusen pintu yang masih kuno dan terawat dengan baik. Di bagian-bagian tertentu dari bangunan stasiun ini juga masih dipertahankan keantikannya.

Saat keluar dari stasiun saya melihat banyak pedagang kaki lima memajang lapak dagangannya di depan pintu stasiun. Untuk sampai ke jalan raya, saya masih perlu berjalan kaki beberapa ratus meter lagi. Nah di sepanjang jalan yang saya lewati itu berjajar lapak-lapak pedagang kaki lima.

[caption id="attachment_360270" align="aligncenter" width="400" caption="Lapak kaki lima di depan kantor pos Jalan Juanda Bogor, Jawa Barat"]

1411182741856539397
1411182741856539397
[/caption]

Sesekali saya memperhatikan mereka dan menengok ke arah lapaknya. Sekedar ingin tahu, barang-barang apa saja yang mereka perjual-belikan itu. Tak jarang dari para pedagang itu juga menawarkan dagangannya kepada saya.

Setelah mendapatkan keterangan dari Pak Adang, petugas kantor wisata Bogor, saya bergegas menuju pinggir jalan raya. Di sana terlihat lalu-lalang kendaraan angkutan kota berwarna hijau. “Pilih saja angkot yang jurusan kebun raya Dik. Ongkosnya jauh-dekat hanya Rp.2500,-“ jelas Pak Adang.

Sebenarnya lokasi Kebun Raya dan Istana Bogor itu bersebelahan. Keduanya sama-sama berada di Jalan Juanda Bogor. Dari kantor informasi wisata Bogor letaknya tak terlalu jauh. Paling hanya kira-kira 2 kilometer. Itupun bisa ditempuh dengan berjalan kaki.

[caption id="attachment_360271" align="aligncenter" width="400" caption="Kue pancung (rangin) dan leker dalam sebuah etalase di Jalan Juanda Bogor"]

1411183049720901763
1411183049720901763
[/caption]

Sampai di Kebun Raya Bogor hari belum terlalu siang. Kali ini saya lebih memilih berjalan kaki. Pikir saya mumpung masih pagi dan udara terasa segar, dengan berjalan kaki di udara segar tentu berdampak baik bagi kesehatan.

Beberapa pintu keluar Kebun Raya Bogor pagi itu terlihat masih tutup. Saya semakin bersemangat menyusuri trotoar Jalan Juanda untuk mencari gerbang utama agar bisa masuk kebun raya. Di beberapa sudut trotoar Jalan Juanda itulah saya sempat melihat pedagang kue leker, pelukis jalanan dan talas Bogor.

Untuk kue leker dan pancung mungkin sudah tidak asing lagi bagi saya yang berasal dari Jawa Timur. Demikian pula dengan talas Bogor. Umbi-umbian ini kalau di Jawa Timur biasa disebut “bentoel”. Saya iseng-iseng bertanya kepada penjualnya, untuk talas Bogor berukuran kecil dihargai Rp. 5000,-. Sedangkan yang besar harganya bisa mencapai Rp.20.000,- sebuahnya.

Tak jauh dari pedagang talas, tampak beberapa pigura lukisan indah disandarkan pada pagar kebun raya. Sang pelukis terlihat serius menggoreskan kuasnya di atas kanvas. Seniman lukis Jalan Juanda menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan termasuk saya. Lukisannya tak kalah keren dengan pelukis-pelukis kenamaan. Harganyapun terjangkau. Bisa dibawa pulang untuk oleh-oleh selain talas Bogor.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun