[caption id="attachment_392404" align="aligncenter" width="400" caption="Pendopo tempat petilasan Prabu Anglingdarma"][/caption]
Harus diakui kalau objek wisata sejarah bangsa kita masih kurang mendapat perhatian serius dari masyarakat dan pemerintah. Sebenarnya tak terhitung jejak-jejak (situs) bersejarah yang tersebar di bumi pertiwi ini. Kemenparekraf dan dinas yang terkait dalam hal ini harus proaktif untuk melakukan pendataan kembali.
Saya yakin dari sekian banyak situs yang bernilai sejarah itu pasti memiliki potensi besar untuk menggaet wisatawan. Kalau Negara Mesir saja bisa meraih devisa melalui objek wisata sejarahnya. Mengapa bangsa kita belum bisa secara maksimal mendayagunakan warisan sejarah sebagai objek wisata yang handal dan tentunya menarik bagi wisatawan.
Harapan saya, Kemenparekraf dan dinas terkait dalam hal ini Dinas Purbakala atau Balai Pelestarian Benda Cagar Budaya (BPCB) bekerja sepenuh hati dan bahu membahu mengangkat situs-situs bersejarah itu dan menjadikannya sebagai objek wisata handal selain pesona alam Indonesia.
[caption id="attachment_392405" align="aligncenter" width="240" caption="Seperti ini petilasannya?"]
Perbaikan sarana dan prasarana penunjang seperti jalan menuju situs bersejarah, tempat ibadah, warung kuliner dan toilet harus segera dibangun guna meningkatkan kenyamanan para wisatawan.
Juru pelihara objek wisata sejarah perlu mendapatkan pendidikan dan latihan khusus serta jangan lupa bahwa kesejahteraan mereka juga harus tetap diperhatikan selain warisan sejarah itu sendiri.
Terdorong oleh rasa penasaran saya akan kisah Prabu Anglingdarma yang terkenal itu maka pada akhir Desember 2014 yang baru lalu, saya mencoba melakukan penyusuran ke Kota Bojonegoro, Jawa Timur. Di kota itulah jejak (petilasan) Anglingdarma berada. Berikut catatan saya saat melihat petilasan tersebut.
[caption id="attachment_392408" align="aligncenter" width="320" caption="Masih seperti ini jalan setapak menuju petilasan Anglingdarma"]
Masing-masing daerah di Indonesia biasanya memiliki cerita rakyat seputar tokoh atau pendiri daerah itu. Salah satunya yang bisa Anda dengar adalah kisah Prabu Anglingdarma dari Kota Bojonegoro, Jawa Timur. Cerita tentang Prabu Anglingdarma semakin populer manakala sekitar tahun 2002 sebuah stasiun televisi swastamencoba memproduksi sinetron laga bertemakan kisah kepahlawanan tokoh tersebut.
Tayangan sinetron Anglingdarma saat itu banyak penikmatnya. Anak-anak bahkan orang dewasapun selalu merindukan tayangan tokoh yang diidolakannya itu. Apalagi sang pemeran merupakan aktor ganteng berpostur tegap. Penampilan sang aktor seolah membius dan membuat penikmatnya berangan-angan serta mencoba membayangkan sosok Anglingdarma yang sebenarnya.
[caption id="attachment_392409" align="aligncenter" width="400" caption="Halaman parkir untuk kendaraan wisatawan, sarana ibadah, toilet dll belum ada!"]
Ketokohan dan kisah kepahlawanan Prabu Anglingdarma tak hanya muncul di sinetron TV saja. Anglingdarma memang benar-benar pernah ada. Beberapa daerah di Jawa Tengah dan Barat saling mengklaim kalau Anglingdarma merupakan pahlawan daerahnya. Konon di daerah-daerah yang mereka klaim itu juga memiliki jejak Anglingdarma. Mana yang benar? Hanya Tuhan jualah yang tahu!
Namun masyarakat Jawa Timur pada umumnya juga sangat meyakini kalau Prabu Anglingdarma memang menjadi tokoh cikal bakal berdirinya Kota Bojonegoro yang kala itu bernama “Bojanagara”. Di Desa Wotangare, Kalitidu-Bojonegoro itulah jejak (petilasan) Anglingdarma berada.
[caption id="attachment_392412" align="aligncenter" width="400" caption="Petilasan Anglingdarma berkelambu"]
Anda atau traveler lain yang penasaran dengan kisah Anglingdarma bisa saja mendatangi petilasan beliau. Namun Anda tak perlu kaget, petilasan atau jejak peninggalan Prabu Anglingdarma itu berada di tengah-tengah area persawahan milik warga Desa Wotangare.
Saat bertandang ke sana pada pertengahan Desember 2014 yang baru lalu, saya sempat terkecoh beberapa kali karena kesulitan menemukan jalan masuk menuju situs petilasan. Jalan menuju padepokan dimana petilasan berada sedikit memprihatinkan.
Jalan itu merupakan jalan pematang sawah namun ukurannya sedikit lebar. Nelangsanya lagi jalan setapak itu menjadi becek bila musim hujan tiba seperti sekarang ini.
Di sisi lain Andapun akan merasa puas memandangi persawahan warga yang luas dan menghijau. Persis di depan padepokan, Anda akan melihat dua gapura yang ukurannya cukup besar. Persis di depan gapura masuk padepokan terlihat hamparan persawahan milik warga. Padepokan ini nyaris tak memiliki halaman parkir kendaraan roda 2.
Bila berkunjung ke petilasan Anglingdarma biasanya pengunjung termasuk saya menempatkan kendaraannya di halaman depan depan gapura yang ukurannya hanya cukup untuk parkir 1 atau 2 sepeda motor saja.
[caption id="attachment_392413" align="aligncenter" width="300" caption="Pak Mudji yang menemani saya saat itu"]
Siang itu suasana petilasan nampak sepi. Juru pelihara sedang tidak ada di tempat. Hanya Pak Mudji, seorang petani yang setia menemani dan mengantar saya sampai ke petilasan. Saya mencoba memberanikan diri memasuki kain kelambu yang membungkus petilasan Anglingdarma itu, sementara Pak Mudji duduk-duduk di lantai padepokan.
Biasanya sebuah petilasan atau jejak meninggalkan benda-benda purbakala berupa arca, batuan purbakala atau bahkan sebuah candi. Namun berbeda dengan petilasan Anglingdarma ini. Hanya potongan-potongan batu bata kuno saja yang saya lihat di dalam kelambu itu.
Sebagai warga asli Desa Wotangare, Pak Mudji mengaku tak banyak tahu tentang petilasan Anglingdarma ini. Sedikit ironis memang, sebagai warga asli saja mengaku tak tahu cerita rakyat setempat apalagi saya yang hanya pengunjung petilasan itu.
Berdasarkan cerita yang Pak Mudji dengar dari nenek moyangnya terdahulu, Anglingdarma ini seorang raja yang bukan saja gagah berani dan sanggup menaklukkan musuh-musuhnya dengan mudah. Beliau juga memiliki kesaktian yang unik yakni mengerti perkataan hewan.
[caption id="attachment_392416" align="aligncenter" width="400" caption="Suasana mendung saat saya mendatangi petilasan Anglingdarma"]
Menurut catatan sejarah yang saya gali dari Mbah Google diketahui kalau Prabu Anglingdarma itu masih cucu keturunan Raja Jayabaya, seorang raja yang sangat terkenal dengan ramalannya itu. Jayabaya pernah memerintah Kerajaan Kadiri (Kediri) di Jawa Timur. Dengan “aji ginengnya” itu, beliau sanggup mengerti pembicaraan hewan.
Kini jejak peninggalan beliau nyaris tak ada, hanya beberapa potongan bata purbakala yang terletak di tengah area persawahan warga Desa Wotangare. Mau tak percaya bagaimana, buktinya pemerintah daerah setempat juga sangat meyakini dan mengakui kalau Kota Bojonegoro memang menjadi asal raja yang ketokohannya ini dijadikan serial sinetron.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H