[caption caption="Stasiun Jatinegara Jakarta"][/caption]Awal tahun 1995an untuk pertama kalinya saya menginjakkan kaki di Jakarta. Di ibu kota negara tercinta itu saya tinggal sementara bersama keluarga kakak yang ada di kawasan Bekasi. Asal tahu saja, saya meninggalkan Surabaya dan memutuskan untuk hijrah ke Jakarta tak lain karena ingin mendapatkan pekerjaan.
Kata orang, Jakarta menyediakan lapangan kerja yang begitu banyak. Kesempatan kerja terbentang luas di sana. Tentu hal itu memotivasi saya untuk mencoba mengadu nasib di sana.
Hari silih berganti, beberapa bulan tinggal di rumah kakak menjadikan saya banyak tahu tentang daerah Bekasi dan sebagian lagi wilayah Jakarta. Suatu ketika saya ingin kembali ke Surabaya. Kakak menyarankan agar saya naik kereta api (KA) saja dari Stasiun Jatinegara, Jakarta Timur yang berada tidak jauh dari rumah kakak di Bekasi.
[caption caption="Kereta datang"]
Kala itu kereta api kelas ekonomi seperti Kertajaya yang berangkat dari Stasiun Besar Pasar Senen Jakarta tujuan Surabaya Pasar Turi masih berhenti sebentar di Stasiun Jatinegara untuk menaikkan penumpang. Kini pemberangkatan dari Stasiun Pasar Senen atau Gambir yang ke Surabaya tidak berhenti di Stasiun Jatinegara. Umumnya kereta api dari berbagai daerah yang menuju Jakarta masih berhenti di Stasiun Jatinegara untuk menurunkan penumpang.
Tak disangka dan tak dinyana saat kongkow menunggu kereta berangkat dari Stasiun Jatinegara itu saya sempat bertemu artis kondang Rudi Salam yang tak lain adalah kakak kandung aktor kawakan Roy Marten. Orang-orang di stasiun hingar- bingar menyambut datangnya sang artis ganteng itu. Saat itu seorang artis ibu kota mungkin masih mau (nggak gengsi) menggunakan kereta api sebagai alat transportasi jarak jauh.
Sambil menenteng traveler bag, Rudi Salam menebar senyum ramahnya ke semua orang yang menyapanya di stasiun. Sejurus kemudian Rudipun menghilang dari kerumunan orang-orang yang mengaguminya, memasuki kereta kelas eksekutif Argo Bromo JS (Jakarta-Surabaya) menuju Kota Buaya Surabaya. Saya juga tak mau terpaku dengan kejadian itu, segera setelah itu saya kembali ke tempat duduk, menunggu kereta meluncur ke Surabaya.
[caption caption="Asyik kongkow di stasiun"]
Stasiun KA Jatinegara juga mengingatkan saya akan lagu lama bertajuk Juwita Malam yang pernah dipopulerkan oleh almarhum Kris Biantoro. Mari kita simak kembali cuplikan syairnya,
…Juwita malam, siapakah gerangan tuan. Juwita malam, dari bulankah tuan. Kereta kita, segera tiba. Di Jatinegara kita kan berpisah. Berilah nama, alamat serta. Esok lusa boleh kita jumpa pula.
Ismail Marzuki sebagai pengarang lagu Juwita Malam mencantumkan nama Stasiun Jatinegara ke dalam lirik lagunya tentu mempunyai alasan tersendiri. Lagu Juwita Malam dicipta pada sekitar tahun 1950. Sementara itu Stasiun Jatinegara merupakan stasiun lama warisan kolonial Belanda. Jadi baik Stasiun Jatinegara maupun Lagu Juwita Malam, keduanya bernilai sejarah.