Ada benarnya juga apa yang dikatakan orang bahwa hidup ini tidak melulu mencari makan namun makan sangat diperlukan untuk aktivitas hidup. Perjuangan kaum jelata (kalangan bawah / rakyat kecil) untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk mencari makan dan lainnya selalu menarik untuk disimak. Ketika roda perekonomian negara sedang carut-marut alias gonjang-ganjing justru ekonomi rakyat jelata inilah yang relatif bisa bertahan.
Rakyat kecil telah terbiasa hidup sederhana dan nggak neko-neko (tidak macam-macam, red) dengan hidupnya sebab itulah mereka tak terlalu terombang-ambing dengan gaya hidup konsumtif dewasa ini. Asal tahu saja, yang saya maksud dengan rakyat jelata di sini adalah segmen masyarakat berpenghasilan rendah, pelaku usaha kecil dan masyarakat prasejahtera produktif.
Musim hujan yang sedang berlangsung sekarang ini tak jarang menyebabkan banjir dan harus diakui sedikit atau banyak telah berdampak kepada sektor usaha kecil yang nota bene dijalankan oleh masyarakat kalangan bawah. Bagaimana bisa menjalankan usaha kecil dengan lancar kalau kawasan tempat usaha kecil itu dilanda banjir. Namun bagi Pak Triono, datangnya musim hujan justru menjadi berkah tersendiri. Ada apa sebenarnya dengan Pak Triono ini?
Pak Triono adalah seorang pedagang jagung rebus keliling. Suasana dingin di musim hujan menjadikan jagung rebus dagangannya laris manis dibeli orang. Kalau biasanya seorang pedagang jagung apakah itu yang direbus atau yang dibakar lebih memilih berdiam diri (pasif), menempati lapak atau tempat khusus maka berbeda dengan Triono.
Pria kelahiran Jepara, Jawa Tengah enam puluh tahun silam itu memilih menggunakan becak sebagai wadah jagung rebusnya. Triono termasuk salah satu dari sekian banyak pedagang kecil yang aktif sekaligus kreatif. Becak yang biasanya dipakai untuk mengangkut orang kini ia modifikasi sedemikian rupa menjadi kendaraan khusus untuk menjajakan jagung rebus kreasinya.
Saat suasana dingin di musim hujan secara alamiah orang lebih suka makan atau minum yang hangat-hangat. Entah ini mitos atau fakta ya, ketika suasana dingin itu biasanya orang cenderung merasa lapar ketimbang haus. Makanan yang hangat seperti jagung rebus banyak dicari orang. Lagi pula soal bahan baku, Triono mengaku tak merasa kesulitan untuk mencarinya sebab di musim hujan jagung mudah ditemukan di pasar-pasar karena panen berlimpah.
“Sehari bisa laku berapa biji pak” tanyaku seakan menyelidik. Sambil melayani pembeli yang datang Pak Triono menjawab “Rata-rata 150 tongkol mas”. Pak Triono mematok harga 2 ribu rupiah untuk sebuah jagung rebus. Wow…lumayan besar penghasilan seharinya untuk ukuran pedagang kecil. Dipotong biaya jagung, LPG dan makan, Triono bisa mengantongi untung bersih 150 hingga 200 ribu rupiah seharinya.
Lagi-lagi saya bertanya seolah menginterogasi Pak Triono, “Kok bisa manis jagungnya pak”, lelaki beranak enam berusia lebih dari setengah abad yang kini tinggal di kawasan Jrebeng, Krian – Sidoarjo – Jawa Timur itu melanjutkan cerita tentang kiat-kiat bisnis jagung rebusnya. Sebelum dijajakan berkeliling dengan becak dorong, jagung direbus terlebih dulu di rumah. Jagung-jagung tadi dipilih yang muda, jagung yang sudah diseleksi kualitas bijinya itu dibiarkan tetap bersama kulitnya kemudian ke dalam air rebusan ditambahkan air kelapa sebagai bahan pemanis alami. Menurut Triono, jagung yang direbus bersama sebagian kulitnya rasanya menjadi lebih sedap dan lebih manis. Jagung tidak perlu sampai matang betul karena saat berkeliling Triono juga merebusnya lagi dengan menggunakan drum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H