Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Awas ! Rem Macet Setelah Turun dari Penanjakan

15 Mei 2016   21:00 Diperbarui: 13 Agustus 2016   11:49 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kuliah, Bekerja dan Mendaki, personil PHP Adventure (dok.pri)

Puas memanjakan mata menikmati pesona alam Bromo dari Penanjakan, sekitar pukul tujuh (7) pagi saya dan anggota tim PHP Adventure turun gunung menuju lautan pasir. Kalau yang namanya kegiatan pendakian gunung, soal makan memang harus sedikit prihatin. Tidak seperti kalau kita sedang ada di rumah sendiri. Rasa lapar dan dahaga memang harus ditahan. Tapi jangan sampai tidak makan atau minum karena kita juga perlu sumber energi dari bekal yang kita bawa. Turun dari Penanjakan menuju padang pasir ternyata bukan pekerjaan mudah. Kami yang rata-rata menggunakan sepeda motor berjenis matic harus ekstra hati-hati.

Dini hari, saat kami beli tiket masuk di pos Wonokitri, Mas Yayan (25 tahun) selaku petugas pos jaga menghimbau agar kami benar-benar waspada karena pada musim hujan ini jalanan sangat licin. Selain harus melewati jalan menurun tajam juga banyak tikungan (zig zag). Kondisi mesin harus prima dan rem kendaraan harus pakem. Jarak antara puncak Penanjakan dengan lautan (padang) pasir (Jawa = Segoro Wedi) itu kurang lebih 10 kilometer.

Sebelum sampai di lautan pasir kami harus melewati persimpangan yang dinamakan Simpang Dingklik. Asal tahu saja, dari tempat ini panorama alam Gunung Bromo, Batok, Widodaren dan Semeru terlihat keren sekali. Jarak tempuh dari Penanjakan menuju Simpang Dingklik kurang lebih 4 kilometer. Sementara Simpang Dingklik menuju lautan pasir kami masih harus turun lagi sejauh 6 kilometer.

Mengingat jalan menuju lokasi Gunung Bromo menurun tajam dan licin sekali, kecelakaanpun kadang tak bisa dihindarkan. Pengelola objek wisata Bromo-Tengger-Semeru tak henti-hentinya mengingatkan agar pengunjung tetap waspada dan berhati-hati dalam berkendara. Wisatawan yang menggunakan kendaraan roda dua bukan matic (bebek dan sporty) sebaiknya memasang gigi transmisi 1 sedangkan yang menggunakan matic harus tetap waspada dengan laju kendaraan dan remnya. Papan (rambu) peringatan dipasang di banyak sudut jalan yang dianggap rawan kecelakaan. Salah satu papan peringatan itu kami jumpai di kawasan Simpang Dingklik. Kami beristirahat sejenak di Simpang Dingklik untuk mendinginkan mesin motor serta memulihkan stamina yang mulai mengendur.

Untung saja ada penjual pentol-tahu bakso sedang melintas, kebetulan perut kami sedang keroncongan. Untuk mengganjal perut yang keroncongan itu kami makan pentol-tahu bakso beramai-ramai. Lumayan pikir kami ketimbang kelaparan, untuk membantu memulihkan stamina yang mulai menurun akibat lelah berkendara melewati medan yang cukup berat itu. Menjelajah Bromo dengan membawa sepeda motor sendiri ada enaknya juga. Sepeda motor bisa dibawa langsung melewati padang pasir dan diparkir di dekat Gunung Bromo. Tapi pengendara motor harus ekstra hati-hati karena sering terjadi selip akibat ban motor yang kurang cocok untuk medan berpasir.

Kalau membawa mobil sendiri karena anggota rombongan yang banyak biasanya oper lagi dengan jasa jeep hard top. Nah dengan jeep Bromo itu rombongan wisatawan tadi baru bisa menikmati hamparan padang pasir yang luas lengkap dengan pasir berbisiknya, padang savana lengkap dengan bukit teletubiesnya, Pure Poten Luhur yang dijadikan tempat beribadah umat Hindu Tengger saat upacara Kasodo dan tentunya bisa melihat Bromo dari dekat beserta kawah aktifnya.

Jalanan yang menurun tajam dari Penanjakan menuju lokasi Gunung Bromo tak jarang menyebabkan rem sepeda motor berjenis matic menjadi tak berfungsi. Itu saya alami sendiri, beberapa anggota tim PHP Adventure juga pernah mengalaminya saat bertualang ke Bromo beberapa waktu yang lalu. Beberapa pendaki lain yang kebetulan bertemu kami di padang pasir Bromo juga pernah mengalami hal seperti itu. Untung saja rem depan vario yang saya kendarai macet saat sudah berada di bawah. Coba kalau masih di atas atau di tengah perjalanan, wah bisa berbahaya tuh.

Jalanan yang naik-turun tajam menyebabkan rem sepeda motor bekerja ekstra keras. Sehingga kampas rem menjadi sangat panas (memuai) dan kadang juga menimbulkan bau seperti hangus terbakar. Sistem pengereman roda depan vario 125 menggunakan cakram, ketika kampas rem lengket akibat terlalu panas maka rem menjadi tak berfungsi alias blong. Sadar akan bahaya yang timbul bila rem ngeblong maka atas masukan teman-teman saya istirahatkan kendaraan sebentar sambil mengguyuri rem berserta cakramnya dengan air. Beberapa menit kemudian rem cakram roda depan menjadi dingin dan bisa berfungsi dengan normal kembali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun