Memasuki musim kemarau biasanya nih banyak wilayah di tanah air kita mengalami fenomena alam yang dalam Bahasa Jawa dinamakan "bediding", yang maknanya kurang lebih suatu keadaan dimana suhu udara mengalami perubahan cukup ekstrim.
Yang tadinya suhu normal (ruangan) berkisar antara 33-36 derajat Celsius menjadi sejuk sampai dingin (15 derajat Celsius sampai di bawah nol derajat Celsius) dan biasanya terjadi ketika memasuki musim kemarau.Â
Sebagian orang, tak terkecuali kami sekeluarga biasanya menjadi tidak nyaman ketika memasuki fenomena bediding ini. Badan yang sebelumnya terbiasa merasakan "ongkep" (gerah) nya suasana kini terasa dingin bahkan dinginnya terasa sampai tulang.Â
Kadang malah menyebabkan meriang yang identik dengan tidak enak badan. Air di bak mandi terasa dingin kayak air pegunungan di Kota Malang. Semoga saja kondisi suhu (cuaca) yang bediding seperti ini tidak memengaruhi sistem imunitas (daya tahan) tubuh kita di tengah merebaknya pandemi.Â
Fenomena bediding tidak hanya berpengaruh terhadap kehidupan manusia melainkan juga pada hewan. Beberapa jenis hewan tertentu mungkin malah menjadi merajalela ketika suhu berubah secara ekstrim.Â
Hewan-hewan itu memberanikan diri keluar dari sarang (persembunyian) nya hingga kemunculannya membuat takut (ngeri) sebagian orang yang secara kebetulan menyaksikannya.Â
Munculnya hewan-hewan tertentu di sekitar rumah tinggal kita pada saat bediding sekarang ini, seperti laron (rayap), tikus, semut merah, tokek, orong-orong, kelabang atau bahkan kalajengking mungkin masih terasa biasa alias tidak begitu menakutkan.Â
Tapi bagaimana bila yang muncul biawak atau ular? Tentu sedikit atau banyak akan meningkatkan adrenalin kita.Â
Seperti kita ketahui bersama, tikus atau yang dalam bahasa ilmiah disebut Rattus rattus merupakan hewan mengerat (rodentia) yang bukan saja menjengkelkan namun juga sering merusak perabotan yang ada di dalam rumah kita.Â