...Kuambil buluh sebatang. Kupotong sama panjang. Kuraut dan kutimbang dengan benang. Kujadikan layang-layang.
Bermain berlari. Bermain layang-layang. Berlari kubawa ke tanah lapang. Hatiku riang dan senang...(Kelvin JS)
...Layang-layang, layang-layang yang kusayang. Jauh tinggi melayang, akhirnya jatuh di hutan. Benang panjang, benang panjang ikut melayang. Hancur lebur berantakan karena datangnya hujan (Yon Koeswoyo, Koes Plus)
Sebelum membuat kerangka layang-layang, dua potong bambu tadi kemudian diraut sampai ketebalan tertentu tapi tidak terlalu berat serta tak mudah patah bila diterbangkan.
Salah satu potongan bambu yang sudah diraut kemudian ditimbang dengan benang sampai keadaan seimbang. Kurang lebih benang timbangan berada di tengah bambu, lalu diikat sehingga terbentuklah kerangka layang-layang.
Bermain layang-layang paling asyik memang di lapangan atau lahan persawahan namun ada pematang (jalan sawah) yang cukup lebar.
Agar layang-layang cepat naik ke angkasa perlu angin yang cukup. Bila tidak ada angin, layang-layang bisa ditarik dengan bantuan seorang teman. Atau dibawa lari namun harus hati-hati, yang penting tidak terjatuh.
Bermain layang-layang diperlukan benang yang cukup panjang. Agar layang-layang bisa diulur sampai ketinggian tertentu untuk mendapatkan angin yang cukup stabil.
Benang (tali) yang diperlukan untuk menerbangkan layang-layang ukuran dan kekuatannya disesuaikan dengan ukuran layang-layang. Kalau ukuran layang-layang cukup besar atau bahkan sangat besar maka diperlukan benang yang cukup kuat sampai sangat kuat.
Kertas yang digunakan untuk pembuatan layang-layang selain ringan juga tahan air. Sebagian orang biasanya menerbangkan layang-layang saat angin banyak bertiup dan itu berlangsung pada akhir musim kemarau.
Saat layang-layang mengangkasa dan ketika itu sedang asyik-asyiknya menarik-ulur benang layang-layang tiba-tiba hujan turun.
Bermain layang-layang memang mengasyikkan, bikin hati riang dan senang. Hati yang riang dan senang (hepi) sangat diperlukan untuk upaya relaksasi terutama di tengah himpitan pandemi yang tak kunjung redah dewasa ini.
Permainan layang-layang merupakan permainan yang murah meriah (murmer). Tidak perlu merogoh kocek terlalu dalam untuk bisa memiliki dan memainkannya.
Layang-layang bisa dibuat sendiri (seperti cuplikan lagu di atas) dengan model sesuai selera. Tapi memang ada jenis layang-layang tertentu yang harganya cukup mahal.
Biasanya layang-layang jenis ini diterbangkan tidak sekadar untuk kesenangan (hobi) semata melainkan juga dipertandingkan dalam acara festival layang-layang.
Permainan layang-layang disukai berbagai kalangan tidak memandang usia. Mulai anak-anak hingga orang dewasa, baik laki-laki maupun perempuan. Bermain layang-layang tidak memandang status sosial, miskin, sederhana atau kelompok berada, semua menyukainya.
Layang-layang vs balon udara
Belakangan ini, terutama saat bulan suci Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri, beberapa daerah di Jatim seperti Ponorogo dan Jombang sebagian warganya marak menerbangkan balon udara.
Sudah pasti bukan balon udara biasa karena ukurannya sangat besar dan disinyalir membahayakan lalu lintas udara. Apalagi di bagian bawah balon udara itu digantungkan roncean mercon.
Lain halnya dengan bermain layang-layang. Meski ada risiko namun tak seberbahaya bermain balon udara berukuran sangat besar, apalagi bila disertai rangkaian mercon di bagian bawahnya.
Layang-layang aduan
Bermain layang-layang menghadirkan sensasi tersendiri. Seseorang, apakah itu anak-anak atau orang dewasa, berniat menerbangkan layang-layang tentu bukan hanya karena senang (bangga) dengan model layang-layang itu melainkan juga menjadi kepuasan tersendiri bila memenangkan perlombaan (aduan).
Perlombaan bisa berupa kontes adu kreativitas model. Atau layang-layang yang sengaja diadu bukan karena modelnya yang unik, tapi karena kekuatan benang dan strategi mengadu layang-layang itu.
Dalam hal ini model layang-layang tidak perlu terlalu bagus, layang-layang biasa saja yang penting benangnya kuat (ulet) dan tidak mudah patah.
Benang dipilih yang berukuran (berdiameter) besar. Lalu dilem (digelas) menggunakan bubuk pecahan guci. Saat mengadu harus ekstra hati-hati.
Sebaiknya menggunakan sarung tangan dari bahan kulit tebal agar tangan tidak tergores benang gerakan yang pada akhirnya menyebabkan luka.
Sejarah layang-layang
Sejak tiga ribu tahun yang lalu layang-layang pertama kali dipopulerkan di China. Pada masa itu bahan untuk membuat layang-layang berasal dari kain sutra dan bambu sebagai kerangkanya.
Ada jenis layang-layang yang dapat diterbangkan dengan kondisi angin tidak terlalu kencang alias sepoi-sepoi. Namun sebagian layang-layang lainnya membutuhkan hembusan angin yang cukup kencang dan stabil. Selain itu ada juga jenis layang-layang tradisional, untuk olahraga dan kreativitas.
Bentuk dan ukuran layang-layang sangat bervariasi. Secara umum layang-layang terbagi dalam dua bentuk, yaitu : dua dimensi dan tiga dimensi.
Bentuk layang-layang dua dimensi memiliki rangka datar. Sementara untuk layang-layang tiga dimensi memiliki rangka sesuai dengan bentuk kreasi yang ingin ditampilkan.
Meski sejak tiga ribu tahun yang lalu layang-layang sudah populer di China namun layang-layang yang tertua di dunia kabarnya nih justru berasal dari Indonesia, tepatnya dari Pulau Muna, Sulawesi Tenggara.
Untuk menyaksikan bukti keberadaan layang-layang purba bisa dilihat di dinding Goa Sugi Patani, Desa Liang Kabori, Pulau Muna, Sulawesi Tenggara.
Masyarakat purba kala itu melukiskan layang-layang menggunakan darah hewan dan getah tumbuhan berwarna merah kecoklatan. Gambar layang-layang yang tergores di permukaan dinding goa merupakan simbol pencarian Tuhan (dewa).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H