Para ibu rumah tangga tak jarang menyimpan beras yang mereka gunakan untuk makan sehari-hari itu dalam suatu wadah berupa panci stainless, timba plastik, karung plastik (glangsing) dan boks (kotak) khusus untuk beras.Â
Sebagian masyarakat tempo dulu bila menyimpan beras diletakkan dalam sebuah bejana mirip gentong yang dibuat dari tanah liat (gerabah) yang dinamakan pedaringan. Â
Selain berupa wadah mirip gentong terbuat dari tanah liat. Pedaringan juga bisa berupa peti (kotak) kayu yang dibuat dari bahan kayu berkualitas dan tahan rayap.Â
Bagi sebagian masyarakat Jakarta tempo dulu (Betawi), pedaringan merupakan tempat khusus pada bangunan inti rumah tinggal mereka yang digunakan untuk menyimpan beras.Â
Selain beras, di dalam pedaringan biasanya juga disimpan benda-benda pusaka atau benda yang dianggap bertuah.Â
Bagi sebagian masyarakat Jawa terutama yang masih mempercayai segala hal yang berbau mistis, filosofi pedaringan juga kerap melekat pada pamor keris (pusaka).Â
Sebagian dari kita mungkin pernah mendengar istilah keris pamor pedaringan kebak. Pedaringan kebak berarti tempat (lumbung) yang penuh dengan beras.Â
Kepercayaan yang berkembang di tengah masyarakat kita terutama sebagian pecinta keris, makna filosofi pamor pedaringan kebak ialah menjadikan rezeki selalu penuh, tidak akan pernah merasa kekurangan dan hidup selalu berkecukupan.Â
Pada prosesi upacara perkawinan adat Jawa, pedaringan dari tanah liat juga sering dimanfaatkan untuk wadah beras dan berbagai benda lain yang maknanya sebagai sumber kehidupan atau bekal bagi para mempelai ketika memasuki gerbang rumah tangga.Â
Filosofi pedaringan bagi masyarakat BanjarmasinÂ
Bagi sebagian masyarakat Banjar (Banjarmasin) istilah pedaringan sebenarnya lebih merujuk pada sebuah ungkapan keyakinan yang menyatakan bahwa pedaringan itu adalah sumber penghidupan bagi keluarga (suami-isteri dan anak).