Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Duhai "Kerak Telor", Kau Gosong tapi Tetap Nyahok!

29 Maret 2021   08:45 Diperbarui: 4 April 2021   05:25 1012
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pedagang kerak telor (Dokumentasi Mawan Sidarta)

Di tengah merebaknya makanan asing, makanan tradisional kurang terlihat eksistensinya, itu faktanya. Orang kini lebih memilih antre di gerai pizza ketimbang sabar menunggu penjual Bubur Ayam Betawi lewat depan rumah. Anak-anak lebih familiar dengan fried chicken daripada kue jenang atau koci-koci yang unik itu. 

Makanan tradisional, entah itu berupa makanan utama atau kue-kue (jajan) biasanya memang terlihat sederhana dan low profile. Coba kita lihat lebih dekat kuliner Semanggi Surabaya atau Bubur Manado. Maaf beribu maaf nih, bumbu (pecel) semanggi itu terlihat seperti lumpur (comberan) begitu pula dengan Bubur Manado yang terkesan njelehi atau nggilani (malas karena menyebalkan). 

Tapi, bagaimanapun penampilan dan keadaan kuliner tradisional tadi toh kita sebagai anak bangsa wajib mencintai, mengagumi dan melestarikan keberadaannya sebagai khazanah kuliner nusantara di tengah gempuran beragam makanan asing. 

Kerak telor dalam wajan di atas tungku pembakaran (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Kerak telor dalam wajan di atas tungku pembakaran (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Coba kita jalan-jalan nyambangi (mengunjungi) gemerlapnya Jakarta. Sebenarnya terdapat cukup banyak kuliner khas kota yang dulunya bernama Batavia itu. Yuk kita coba salah satunya. Aha..ada penjual kerak telor rupanya. 

Kerak telor mengingatkan saya akan nasi yang dibiarkan terlalu lama dalam rice cooker (posisi hidup / on). Nasi di bagian bawah panci rice cooker akan menjadi hangus (gosong) dan keras mengerak (membentuk "intip" = Bahasa Jawa atau kerak). 

Kerak telor sepintas terlihat sederhana karena hanya berupa makanan yang sengaja dibuat gosong dan mengerak. Meski demikian itu merupakan makanan tradisional khas Jakarta dan mendapat tempat tersendiri di lubuk hati para penikmatnya. 

Dikipasi agar matang (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Dikipasi agar matang (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Kata para penikmatnya nih, "orang boleh ngomong apa saja, yang penting kerak telor is the best". 

Dalam kenyataan di pasaran, para penjual kerak telor ada yang menggunakan bahan dari ketan tapi ada juga yang menggunakan beras (nasi). Mana yang lebih baik? 

Kabarnya, kerak telor yang dibuat dari ketan dan telur bebek rasanya akan lebih enak. Teksturnya terasa banget ketimbang yang dibuat dari gabungan telur ayam ras dan beras nasi biasa. 

Sebagai makanan tradisional, bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan kerak telor juga murah dan mudah didapatkan di pasar-pasar tradisional sekitar tempat tinggal kita. Seperti ketan, ebi (udang yang dikeringkan), kunyit (kunir), serundeng (parutan kelapa yang dibumbui dan digoreng), garam, lada, merica dan bawang goreng. 

Pakai telur bebek lebih nyahok (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Pakai telur bebek lebih nyahok (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Ketan yang dimasukkan terlebih dulu dimasak hingga kering tanpa menggunakan minyak. Lalu, bumbu dan bahan lainnya dimasukkan menjadi satu bersama ketan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun