Bubur Manado dibuat dari campuran berbagai jenis sayuran (labu kuning, beras, singkong, bayam, kangkung, jagung dan kemangi) tidak mengandung daging.Â
Makanan ini menjadi makanan pergaulan antar kelompok masyarakat di Manado. Tinutuan biasanya disajikan untuk sarapan pagi, tapi tak jarang juga ditemukan di warung-warung (restoran) khusus Bubur Manado. Â
Surabaya dan beberapa daerah lain di sekitarnya juga memiliki kuliner bubur ini, termasuk Madura. Entah bagaimana ceritanya, Bubur Madura ternyata nggak berbeda jauh dengan jenis bubur di Surabaya dan beberapa daerah sekitarnya termasuk Gresik, Sidoarjo dan Mojokerto. Â
Sebelum bermukim di Gresik sampai sekarang ini, kalau pas ada kesempatan menemani almarhum ortu berbelanja ke Pasar Blauran atau Kapasan Surabaya tak lupa kami luangkan waktu untuk berburu Bubur Madura.
Memang bukan Bubur Madura seperti yang biasa kami beli dan nikmati tapi ketika saya amati kok isinya tak berbeda jauh dengan Bubur Madura yang biasa kami beli di Surabaya. Malahan isi (macam) nya lebih lengkap dan dibanderol dengan harga amat terjangkau. Â
Sang penjual (panggil saja Pak Tono, bukan nama sebenarnya) menyebut dagangannya dengan nama "bubur campur". Tak kalah dengan Bubur Madura, bubur campur ini terdiri dari enam atau tujuh macam bubur yang ditempatkan dalam mangkuk atau dibungkus gelas plastik (cup). Â
Sebelum merebak pandemi, Pak Tono biasa memarkir lapak buburnya di halaman Puskesmas. Sebagian pasien sebelum masuk ruang periksa atau setelah keluar dari Puskesmas tak jarang andok (mengudap) dulu di lapak bubur Pak Tono. Selain mangkal di halaman Puskesmas, Pak Tono dengan telaten mendatangi para pelanggannya di desa-desa sekitarnya. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H