Tanaman buah matoa dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di lahan (media tanam) yang cenderung bersifat porous (kering dan bisa meloloskan air / tidak tergenang) dengan intensitas curah hujan lebih dari 1200 milimeter per tahunnya.
Berdasarkan tekstur buah / salut biji (arillus), matoa dibedakan menjadi dua yaitu : matoa papeda dan matoa kelapa.Â
Matoa kelapa memiliki salut biji yang kenyal menyerupai selaput bagian dalam kelapa muda serta mudah lepas dari biji (Jawa = ngelontok) dengan diameter buah antara 2,2 hingga 2,9 sentimeter dan diameter biji antara 1,25 sampai 1,4 sentimeter. Matoa kelapa tumbuh subur dan tersebar di bagian tengah sampai timur Papua (provinsi Papua).
Berdasarkan warna kulit buahnya, matoa dibedakan menjadi tiga jenis yaitu : Emme Bhanggahe (matoa kulit merah), Emme Anokhong (matoa kulit hijau) dan Emme Khabhelaw (matoa kulit kuning).
Pohon matoa yang sudah dewasa diameter batangnya berbentuk bulat, berkayu dan berwarna coklat tua. Daunnya berwarna hijau tua, berbentuk oblong dengan pangkal tumpul dan ujung meruncing.Â
Bagian daunnya tebal dengan permukaan berkilau dan licin sementara itu tulang daunnya menyirip berwarna hijau. Bagian buahnya berbentuk bulat (lonjong) dengan warna hijau dan permukaan kulit buah licin.
Buah tersusun dalam tangkai, dengan satu tangkai terdiri dari 10 sampai 25 buah. Panjang buah sekitar 3 sentimeter dengan keliling sekitar 7 sampai 8 sentimeter. Buah muda keras, setelah masak menjadi lunak ketika ditekan. Berat perbuah berkisar antara 35 sampai 45 gram.
Buah matoa termasuk yang jarang kita temukan di tengah masyarakat kita. Namun kadang kalau sudah rezekinya kita bisa menemukan buah yang sepintas mirip kelengkeng itu dijajakan di pinggir jalan bersama buah langka lainnya dengan harga berkisar antara Rp. 60.000,- hingga Rp. 90.000,- perkilogramnya, lumayan mahal ya.
Matoa termasuk jenis tanaman yang mudah beraptasi dengan kondisi lingkungan panas maupun dingin. Tanaman ini juga relatif tahan terhadap serangan hama (serangga) dan berbagai penyakit yang pada umumnya merusak buah, daun, batang dan sistem perakaran.
Tanaman buah matoa bisa diperbanyak melalui bijinya (generatif) dan melalui teknik perbanyakan secara vegetatif yaitu dengan mencangkok cabang batang tanaman dewasa.Â
Umumnya masyarakat asli Papua lebih menyukai memperbanyak tanaman matoa melalui bijinya ketimbang dengan mencangkok cabang batangnya.Â