Para ahli biologi lingkungan mengatakan kalau eceng gondok merupakan bioindikator polusi air karena toleran terhadap logam berat dan polutan air lainnya. Bila diamati kondisi air sungai di dekat sistem perakaran eceng gondok akan tampah jernih.
Kemampuan akar serabutnya menyebabkan enceng gondok bisa menyerap logam-logam berat yang cukup berbahaya bagi manusia apabila dalam jumlah tertentu terdapat dalam air yang kita konsumsi. Seperti cadmium (Cd), merkurium (Hg), nikelium(Ni), atau Cromium(Cr), ferrum(Fe), cuprum(Cu), Zincum (Zn) (9).
Kemampuan eceng gondok sebagai bioindikator limbah ternyata tidak hanya untuk mendeteksi keberadaan bahan buangan dalam air sungai. Evi Setiawati, seorang peneliti dari UNDIP melaporkan kalau eceng gondok juga memiliki kelebihan sebagai bioindikator dalam penyebaran radionuklida dan depolutan pada limbah radioaktif (limbah nuklir).
Salah satu penelitian yang telah dilakukan adalah pemanfaatan eceng gondok sebagai kolektor uranium yang juga merupakan salah satu limbah dari reaktor nuklir.
Dengan kemampuan penyerapan yang besar tersebut maka eceng gondok dapat dipertimbangkan untuk digunakan sebagai biomonitor dan fitoremediator, yaitu tanaman yang mampu mengendalikan adanya polusi Cesium (Cs) di lingkungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H