Pada kesempatan sebelumnya saya pernah mengatakan kalau di dalam kompleks Monumen Tugu Pahlawan juga terdapat sebuah museum yang setidaknya menjadi rekam jejak pertempuran di Surabaya.
Sayangnya tidak banyak pengunjung kompleks Monumen Tugu Pahlawan Surabaya yang tergerak hatinya hingga bersedia mendatangi museum itu. Mungkin mereka berpikir kalau museum itu hanya cocok untuk anak-anak sekolah atau kuliahan saja.Â
Terlepas apakah benda-benda yang menjadi koleksi Museum Tugu Pahlawan atau Museum Sepuluh November itu sudah ditata secara apik atau belum, setiap pengunjung tentu mempunyai penilaian yang berbeda-beda.
Seolah larut dalam peristiwa 10 November 1945
Negara dan Bangsa Indonesia menganugerahkan gelar kota pahlawan untuk Kota Surabaya karena kota berlambang ikan hiu (sura) dan buaya (baya = boyo) itu pernah menjadi ajang pertempuran dahsyat antara Arek-arek Suroboyo (warga Surabaya) dengan Inggris dan sekutunya.
Tidak sedikit nyawa dari pihak rakyat Surabaya gugur membela bangsa dan negara. Kabarnya mencapai puluhan (20.000) hingga ratusan ribu (300.000) jiwa yang gugur di medan perang. Kota Surabaya sempat dikabarkan sebagai kota mati paska pertempuran sengit itu.Â
Setelah insiden penyobekan bendera, suasana Surabaya masih memanas, beberapa hari setelah tentara sekutu yang tergabung dalam AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) mendarat, tanggal 30 Oktober 1945 meletuslah pertempuran di kawasan depan Gedung Internatio Jembatan Merah Surabaya hingga menewaskan Jendral AWS Mallaby.Â