Melihat atau mendatangi situs (candi) merana barangkali sudah sering saya lalukan. Namun menyaksikan secara langsung bagaimana orang (tukang) yang sedang bekerja memperbaiki (merehabilitasi/merenovasi) candi yang rusak tadi tentu ini pengalaman saya yang pertama kalinya.
Kemarin pagi, sebelum nyekar (ziarah, red) ke pusara ibu di Desa Lambangan, Wonoayu, Sidoarjo, entah mengapa saya kok tergerak untuk mengunjungi kembali Candi Dermo yang berlokasi di Desa Candinegoro, Wonoayu,Sidoarjo. Sebenarnya sudah beberapa kali saya mengunjungi candi yang diperkirakan merupakan gapura (pintu gerbang) menuju kawasan tertentu itu.Â
Untuk pertama kalinya saya mendatangi Candi Dermo pada tahun 2012. Kondisi candi tinggalan Kerajaan Majapahit itu terlihat cukup memprihatinkan. Beberapa bagian telah rusak (lapuk/keropos) karena ditelan sang zaman. Atau mungkin rusaknya sebagai akibat ulah manusia yang tak bertanggung-jawab (vandalisme).
"Candi Dermo sudah berulang kali mengalami perbaikan setelah renovasi pertama yang dilakukan pemerintah Belanda. Tahun 2015 renovasi dimulai lagi," terang Pak Hadi usai mengecek hasil pekerjaan tukang candi.
Pria kelahiran 33 tahun silam itu mengatakan kalau dana yang diturunkan untuk perbaikan Candi Dermo itu tidak langsung brek (turun) sekaligus melainkan bertahap.Â
Dana yang diturunkan bukan dalam bentuk uang melainkan dalam bentuk bahan. Dana renovasi candi berasal dari Kementerian (dinas) Kebudayaan dan Pariwisata pusat dan bukan dari Pemerintah Daerah Sidoarjo.
Itu pula yang menyebabkan perbaikan Candi Dermo berjalan tidak lancar dan sempat terhenti.