Sayangnya pertemuan saya dengan keempat pegawai PT. Bablas tadi belum membuahkan hasil seperti yang diharapkan. Sepucuk surat (keterangan) resmi dari manajemen PT. Bablas belum juga saya terima. Pihak mereka mungkin menganggap keterangan tertulis itu tidak begitu penting.
Mereka malahan ganti menyoroti saya yang kebetulan suka menulis (ngeblog) di halaman Kompasiana. Pernah suatu ketika saya menulis tentang kemudahan birokrasi Dispenduk Gresik dalam memberikan layanan pembuatan E-KTP dan KK.Â
Dalam tulisan yang dipublish jauh-jauh hari sebelum pemerintah menggulirkan program registrasi kartu prabayar itu, saya sempat memajang gambar data diri (KK) yang bisa selesai dalam waktu sehari.Â
Mungkin saja pemajangan gambar KK saya itu memicu timbulnya registrasi secara masal tanpa hak yang sah. Saya juga tidak mengelak dari kemungkinan itu. Setelah menerima masukan dari para pegawai PT. Bablas, langsung saja saya hapus gambar KK yang terpajang di laman Kompasiana itu.Â
Meski data diri yang berupa NIK dan KK seseorang bisa dengan mudah didapatkan dari internet namun bukan berarti semua orang lantas dengan seenaknya mencatut data itu untuk keperluan registrasi kartu prabayar. Apalagi bila registrasi dilakukan dalam jumlah besar.
Mendaftarkan kartu prabayar dengan data diri milik orang lain selain tidak dibenarkan juga merupakan perbuatan melanggar hukum. Sangsi hukumnya cukup berat (6).
Belum puas dengan penjelasan secara lisan yang belum bisa dijadikan pegangan itu, maka keesokan harinya (27 April 2018) saya kembali mengajukan permohonan lewat WA kepada manajemen PT. Bablas Surabaya agar dibuatkan keterangan tertulis. Menurut mereka, yang berhak membuat keterangan resmi adalah manajemen PT. Bablas pusat. Sampai sekarang saya masih menunggu datangnya surat resmi itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H