Setelah menunggu 1 X 24 jam (sehari) ternyata nomer HP masih tetap terblokir. Seperti rencana semula, sayapun akhirnya membeli nomer HP baru yakni 085******380 yang sekaligus berisi paket data internet.Â
Sambil menjalani keseharian dengan nomer HP baru, ternyata 2 atau 3 hari kemudian nomer HP lama saya bisa digunakan lagi. Wah..lega hati saya karena nomer tua itu nggak jadi hangus. Kami menjalani hari-hari seperti biasanya.
Namun betapa terkejutnya, ketika pada tanggal 09 April 2018 malam rumah kami yang ada di pinggiran Kota Gresik itu didatangi tamu tak diundang. Tamu itu adalah Adi Wijaya, seorang jurnalis (wartawan) Jawa Pos, sebuah harian pagi ternama di Jawa Timur.
Mas Adi, begitu sapaan akrab sang jurnalis tadi, dia menginformasikan kalau Nomer Induk Kependudukan (NIK) atau nomer E-KTP saya dipakai secara tanpa hak, tanpa sepengetahuan saya selaku pemilik sah, untuk registrasi sebanyak 1,6 juta nomer kartu prabayar PT. Bablas.
"Lho mas Adi tahu dari mana" tanya saya penuh rasa heran. "Saya dapat data ini dari teman kantor Pak" balas Mas Adi sambil menunjukkan sebuah tabel data yang terpampang di layar HPnya. Saya masih sulit percaya dengan kejadian itu, lha..baru kali ini dengar ada kasus pencurian (pencatutan) NIK untuk pendaftaran kartu prabayar tapi dilakukan secara masal.Â
Mas Adi bertanya banyak hal seputar pencatutan NIK saya itu sementara saya menjawabnya dengan sedikit terbengong-bengong karena keheranan.
Tanggal 10 April 2018, hasil wawancara Mas Adi dengan saya dimuat di koran pagi cetak Jawa Pos (5).
Keterangan dari mas Adi sepertinya tidak main-main dan tidak boleh dianggap enteng. Semalam saya tidak bisa tidur gara-gara info dari mas Adi ini. Pagi sekali saya mendatangi mesin ATM yang berada tidak jauh dari gerbang masuk perumahan kami, untuk memastikan apakah ada masalah dengan uang yang kami simpan di bank itu sebab saya mendengar kalau data bank itu antara lain menggunakan NIK dan nama ibu kandung kita.
Dengan adanya pemberitaan Jawa Pos ini, suasana di perumahan tempat kami tinggal menjadi gempar. Tidak sedikit tetangga yang menanyakan perihal kebenaran pemberitaan itu. "Kok bisa ya NIK Bapak diambil orang?" ujar sebagian tetangga setiap berpapasan dengan saya.Â
Belum reda rasa was-was atau khawatir saya tentang berita pencatutan NIK saya yang diberitakan Jawa Pos, 10 April 2018 pagi seorang jurnalis JTV juga melakukan wawancara dengan topik yang sama yaitu seputar penggunaan NIK saya untuk registrasi kartu prabayar. Beberapa hari setelah pemberitaan Jawa Pos dan JTV ini menjadikan pikiran saya semakin tidak tenang. Saya bingung harus bertindak apa. Sementara yang bisa saya lakukan, sebentar-sebentar saya mendatangi mesin ATM untuk memastikan keselamatan uang saya. Bahkan beberapa kali sempat berkonsultasi dengan petugas bank seputar pencatutan NIK saya dan kemungkinan pengaruh negatifnya terhadap keamanan simpanan uang saya di bank itu.
Rupanya pemberitaan seputar pencatutan NIK saya bukan saja mengundang perhatian para tetangga di perumahan kami, sebagian pembaca Jawa Pos juga pemirsa JTV namun juga kepolisian di wilayah Gresik.