Penggusuran bangunan-bangunan lama yang nota bene bernilai sejarah saat pendudukan Belanda atau Jepang di Surabaya benar-benar tak terhindarkan. Serakahnya kota dan alasan pengembangan infrastruktur menjadikan banyak bangunan bernilai pusaka budaya harus rela rata dengan tanah. Beberapa bangunan kuno seperti gudang persenjataan Belanda pada masa Daendels (sekarang JMP, red), Stasiun Semut dan Rumah Sakit Mardi Santoso telanjur dirobohkan untuk dijadikan pusat perbelanjaan.
Untung saja tidak semua bangunan lama yang bersejarah itu berhasil dihancurkan. Untuk menyaksikan sisa-sisa kota lama Surabaya, kita bisa mendatangi kawasan Jembatan Merah, Kembang Jepun atau Jalan Pahlawan Surabaya. Di antara gedung-gedung baru yang menjulang tinggi itu, bangunan lama masih tetap dipertahankan sehingga semakin menambah pesona kota tua Surabaya.
Sebagian besar warga Surabaya atau Jawa Timur pada umumnya mungkin sudah sangat familiar dengan kawasan Jembatan Merah, namun belum banyak yang tahu tentang detail masing-masing gedung tua di kawasan itu. Mereka mungkin hanya sekedar berkendara melintasi jalan dan menikmati keindahan arsitektur bangunan lama di sepanjang jalan itu, jarang atau bahkan tanpa pernah berpikir tentang sejarah dan fungsi gedung-gedung itu di masa lalu.
Berada tidak jauh dari terminal bus dan angkutan perkotaan (angkot) Jembatan Merah ternyata ada satu bangunan bersejarah lagi yang sempat terlewatkan oleh saya atau mungkin juga oleh Arek-arek Surabaya lainnya. Gedung itu bernama Museum Bank Indonesia yang berlokasi di Jalan Garuda 1 Surabaya. Â
Siang itu mendung tebal sedang bergelayut di atas kawasan Jembatan Merah. Di halaman parkir museum terlihat beberapa mobil jenis MPV (Multi Purpose Vehicles) dan beberapa sepeda motor pengunjung. Empat atau lima orang sambil menenteng tas layaknya pegawai kantoran terlihat baru keluar dari dalam museum.
![Bambang Sukasnowo (dok.pri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/03/20/museum-bank-indonesia-01-5ab0d5e0f133443e576f0cd3.jpg?t=o&v=770)
"Dalam sehari jumlah rata-rata pengunjung museum bisa mencapai 30 orang, dari kalangan pelajar, mahasiswa, korporat dan warga biasa" terang pria yang sudah berumur 70 tahun itu. Bambang menambahkan bahwa pihaknya juga melayani pengunjung yang datang ke museum pada hari Minggu. "Kalau Idul Fitri atau hari besar agama lainnya kami memang libur" lanjut lelaki tua beranak 6 dan bercucu 11 itu. Museum Bank Indonesia Surabaya melayani pengunjung setiap harinya mulai pukul 08.00 -- 16.00 WIB, pengunjung tidak dikenakan tarif masuk alias gratis.
Berbekal 40 tahun pengalaman berkarir di dunia perhotelan, Pak Bambang dan beberapa asistennya berhasil mengelolah dan mengembangkan Museum Bank Indonesia Surabaya hingga tampak seperti sekarang ini. "Sudah empat tahun lebih saya menjaga museum ini" ujar Bambang sembari mempersilahkan saya melihat-lihat seisi museum yang bersebelahan dengan Gedung Internatio yang sangat bersejarah itu.
![Cermin CCTV di De Javasche Bank (dok.pri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/03/20/museum-bank-indonesia-04-5ab0d575bde575071c0e1845.jpg?t=o&v=770)
![Jalan yang dibawahnya berupa selokan sebagai AC saat De Javasche Bank (dok.pri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/03/20/museum-bank-indonesia-03-5ab0d667dcad5b20652cd5a4.jpg?t=o&v=770)
Selain Jakarta dan Surabaya, De Javasche Bank juga membuka cabang di berbagai kota besar di Indonesia, antara lain di Kota Pontianak, Makasar, Palembang, Yogyakarta, Solo dan Cirebon. Pada tahun 1907 Manajemen De Javasche Bank melakukan renovasi (pembaruan, red) gedung yang tersebar di berbagai kota tadi. Di Surabaya sendiri pembaruan gedung De Javasche Bank berlangsung pada tahun 1910 dan kabarnya De Javasche Bank Surabaya menjadi gedung paling bergengsi pada masa itu.
Roda waktu terus bergulir, hingga pada tanggal 1 Juli 1953 gedung berarsitektur menawan itu beralih nama menjadi Bank Indonesia yang beroperasi sampai tahun 1973. Mengingat volume dan kegiatan perbangkan yang sangat padat hingga pada akhirnya kegiatan perbangkan dipindahkan ke Jalan Pahlawan 105 sampai sekarang.Â