Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Lemari Kuno, Secuil Kenangan dan Ungkapan Kasih Sayang Ibu untuk Saya

27 Desember 2017   19:58 Diperbarui: 28 Desember 2017   02:11 1865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lemari kuno, warisan alm. ibu-bapak (Dokumentasi Pribadi)

Pernahkah kita mendengar pemberitaan di TV atau media utama lainnya, ada seorang ibu yang berbuat kejam, di luar batas kemanusiaan sampai tega menganiaya anak kandungnya sendiri. Tidak hanya menganiaya bahkan berbuat sangat keji hingga menghilangkan nyawa anaknya. 

Naudzubillah.., namun cerita-cerita miring yang sangat memilukan itu tak pernah menggoyahkan citra baik seorang ibu. Begitu besar jasa atau kebaikan-kebaikan yang telah diperbuat seorang ibu kepada anak-anaknya, sosok ibu yang sebenarnya juga manusia biasa itu sangat dijunjung tinggi dalam agama maupun kehidupan bermasyarakat.

Saking tingginya kedudukan ibu di mata anak-anaknya, kemudian banyak orang mewujudkan berbagai bentuk apresiasi atau pujian untuk sang ibu tersayang antara lain lewat peribahasa, nyanyian atau bentuk-bentuk apresiasi lainnya.

Kasih Ibu Tiada Batas

"Kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah. Kasih ibu sepanjang masa, kasih anak sepanjang penggalan". Kata "jalan" dan "masa" pada kalimat peribahasa ini menggambarkan kasih sayang ibu kepada anak-anaknya yang nyaris tiada batas. Sedangkan kasih sayang anak kepada orang tua, khususnya ibu masih ada batasnya, hal itu dilukiskan dengan kata "galah" atau "penggalan" dalam kalimat peribahasa ini.

"Kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia". Lagu ciptaan SM. Mochtar ini juga menceritakan betapa kasih sayang ibu itu tak terhingga, tak terbatas oleh ruang dan waktu. Seorang ibu tak berharap balasan atas semua kebaikan yang telah diperbuat untuk anak-anaknya. Ibarat matahari yang setiap saat menyinari bumi ini.

"Ribuan kilo jalan yang kau tempuh, Lewati rintang (an) untuk aku anakmu, Ibuku sayang masih terus berjalan, Walau tapak kaki penuh darah penuh nanah, Seperti udara kasih yang engkau berikan, Tak mampu ku membalas..ibu". Sang penyanyi legendaris sekaliber Iwan Fals mengajak para penggemarnya untuk secara bersama-sama mengenang jasa atau kebaikan seorang ibu. 

Oleh penyanyi senior bersuara berat itu, ibu digambarkan sebagai sosok yang berjuang tanpa mengenal lelah demi anak-anaknya. Kasih sayang seorang ibu tak terbatas, seperti udara yang kita hirup setiap saat itu. Sebagai anak jelas tak akan sanggup membalas semua kebaikan yang telah diberikan ibu.

Agama Islam melalui rasulnya, Nabi Muhammad SAW mengajarkan bahwa sosok yang pertama kali menjadi tempat berbakti adalah ibu (umi), kedua juga ibu, ketiga masih ibu, baru yang keempat adalah bapak (abi). Tak berlebihan kiranya bila ada pernyataan sakral "surga di bawah telapak kaki ibu" karena sedemikian tinggi kedudukan ibu. 

Agamapun sangat menjunjung tinggi kedudukan ibu, dengan ridho (restu) seorang ibu pula sesuatu yang mustahil bisa saja terjadi. Mari kita tengok kembali sejarah masa silam, cerita rakyat Sarib Tambak Osodari Jawa Timur. Ketulusan dan doa sang ibu membuat seorang pejuang seperti Sarib ini bisa bangkit kembali dari kematiannya akibat tertembus peluru kaum penjajah dan anteknya.

Sebaliknya, sebagai anak kita juga harus berhati-hati memperlakukan ibu kita. Jangan sampai berkata kasar apalagi sampai tega berbuat durhaka kepada ibu kita. Seperti pada cerita rakyat Malin Kundang Si Anak Durhakodari Padang, Sumatra. Malin Kundang tak mengakui ibu kandungnya yang telah melahirkan dan merawatnya selama ini. Ibunya sangat murka, karena laknat seorang ibu, Malin Kundang bisa berubah menjadi patung batu.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun