Hujan deras yang terjadi akhir-akhir ini tak pelak mengakibatkan terjadinya bencana banjir, tanah longsor, tenggelamnya lahan persawahan dan pertambakan milik warga. Beberapa jenis komoditas pertanian menjadi rusak akibat guyuran air hujan yang intensitasnya meningkat tajam. Itu berdampak pada semakin mahalnya harga beberapa jenis bahan pangan.
Sawah yang tergenang bukan tidak mungkin menimbulkan kesedihan yang mendalam bagi petani penggarap atau pemilik sawah itu. Namun bagi Edy dan Pak Mat justru menjadi ladang mengais rezeki. Areal sawah yang tergenang dalam waktu yang cukup lama akan menjadi habitat bagi tumbuh-kembang beberapa jenis ikan air tawar. Baik Edy maupun Pak Mat, kedua orang itu memang biasa terlihat menangkap ikan di areal sawah yang tergenang di kawasan Driyorejo-Gresik. Bagi Edy menangkap ikan mungkin hanya sebatas sebagai hiburan atau pekerjaan sambilan karena hingga kini ia masih tercatat sebagai karyawan tetap pada sebuah perusahaan di dekat desanya. Sementara bagi Pak Mat, menangkap ikan memang menjadi profesi kesehariannya.
Proses menangkap ikan dari mereka berdua ini termasuk unik, bukan dengan memancing (mengail), menjala atau dengan cara memasang perangkap yang berupa keramba bambu atau bubu melainkan dengan cara menyetrumnya. Dengan berbekal sepasang logam yang dihubungkan dengan accumulator (aki) kecil berkekuatan 12 volt itu, keduanya merangsek dan mengubek-ubek sawah tergenang, sungai atau kubangan air yang mereka yakini banyak ikan hidup di sana.
Alat setrum yang berupa rangkaian koil (kumparan), aki kecil 12 volt, kondensator, saklar (pemutus arus), lempeng platina dan sepasang logam konduktor (tembaga) yang dipasang pada 2 bilah kayu/bambu dimasukkan ke dalam tas ransel yang terbuat dari cerigen plastik berukuran sedang.
Untuk melindungi diri agar nggak kesetrum di bagian pegangan kedua bilah bambu tadi dipasang karet ban dalam yang berfungsi sebagai isolator sekaligus agar enak dipegang. Pak Mat yang jauh lebih tua dari Edy sering saya lihat sedang melakukan “aksinya” di daerah Driyorejo – Gresik, sementara Edy (37 tahun) hanya sesekali saja karena baginya pekerjaan menyetrum ikan itu sambilan saja.
![Edy dengan ikan gabus hasil menyetrum (dok.pri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/02/19/menyetrum-02-58a95407bb937398532bcdac.jpg?t=o&v=770)
![Sepeda ontel butut yang setia menemani mereka (dok.pri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/02/19/menyetrum-01-58a9548f4123bd163a027de1.jpg?t=o&v=770)
“Iwak kuthuk sekilone iso payu telung puluh limo ewuh (ikan gabus sekilonya bisa laku 35 ribu, red)” terangnya sambil melempar sisa puntung rokoknya. Meski hasilnya tidak menentu namun tetap saja ia tekuni pekerjaan unik itu. Menurut pengalaman mereka, ikan gabus harga jualnya lebih bagus dibanding ikan jenis yang lain.
Bila diperhatikan, pekerjaan menyetrum ikan itu termasuk beresiko juga lho. Meski hanya menggunakan listrik bertenaga aki berkekuatan 12 volt namun tak jarang baik Pak Mat maupun Edy terkejut gegara kesetrum saat mereka beraksi di sungai atau sawah tergenang. Ikan yang terkena arus listrik aki akan meloncat dan menggelepar setengah mati, nah di saat itulah dengan serta merta Pak Mat maupun Edy menangkap sang ikan lalu memasukkannya ke dalam cerigen berisi air.
Menangkap ikan dengan cara menyetrum bagi sebagian orang tidak dibenarkan karena sengatan setrum aki bisa membunuh ikan-ikan kecil (bibit ikan) atau organisme lain di dalam air. Mungkin saja Pak Mat atau Edy sudah mengerti akan bahaya itu atau bahkan tidak tahu sama sekali, toh nyatanya mereka tetap saja mengisi kesehariannya sebagai penyetrum ikan.
![Pak Mat yang saya temui saat beristirahat (dok.pri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/02/19/menyetrum-03-58a955298323bdca3adc3c0b.jpg?t=o&v=770)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI