Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tukang Tambal Ban Idola Anak-anak

31 Januari 2017   11:35 Diperbarui: 31 Januari 2017   22:00 1856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masih cukup kuat memompa ban tanpa kompresor (dok.pri)

Pekerjaan bapak yang satu ini boleh dibilang sangat mulia. Seorang pencerah (ulama/pendeta)? jawabnya bukan. Guru atau ilmuwan? Bukan. Dokter, tabib atau dukun bayi? juga bukan. Lalu apa pekerjaannya? Penasaran kan, saat saya temui di rumahnya yang ada di kawasan Driyorejo, Gresik – Jawa Timur, bapak yang sudah pantas disebut kakek itu terlihat sedang asyik otak-atik ban sepeda motor. Hari sudah larut malam, tak terlihat orang wira-wiri di sekitar rumahnya. Suasana dingin sehabis hujan deras menjadikan sebagian orang malas keluar rumah.

Mereka mungkin lebih memilih tidur atau duduk manis nonton TV di rumah masing-masing. Tak heran bila sekitaran rumah bapak tua itu seketika menjadi sunyi-senyap. Sementara nyanyian kodok yang berasal dari sawah tergenang depan rumahnya bersahut-sahutan kian santer terdengar, seolah memanggil-manggil atau bahkan membangunkan orang yang sedang tidur. Bau banger (busuk, red) genangan sawah tak pelak tercium oleh hidung saya akibat tiupan angin malam itu.

Sik nggarap pak? Wis bengi lho iki (Masih ngerjakan pak? Sudah malam lho ini, red)” tanyaku memecah keheningan malam itu. Tak terlihat seorangpun di depan bengkelnya yang sederhana itu, kecuali kami berdua. Di teras rumahnya tergantung beberapa spare part sepeda ontel, seperti stir, sadel juga peleg. Sebagian lagi berupa onderdil yang kecil-kecil ia tempatkan dalam partisi kaca yang berada persis di sisi kanan depan rumahnya.

Pak Welly atau warga sekitar menyapanya dengan sebutan Mbah Welly adalah seorang tukang reparasi sepeda ontel. Usianya sudah tidak muda lagi. Kulit wajahnya mulai berkerut tampak keriput, rambutnyapun memutih penuh uban. Namun kakek kelahiran 76 tahun silam itu masih tampak bugar, sehat walafiat tak kurang apaun. Kini ia tinggal serumah bersama keponakannya.

Tak hanya mereparasi sepeda ontel, Mbah Welly juga melayani pemasangan ban luar-dalam sepeda motor bahkan nambal ban juga bisa lho. Saat saya temui malam itu, ia sedang sibuk menambal ban sepeda motor milik tetangganya padahal hari sudah larut malam di mana umumnya orang sudah tertidur pulas.

Gawe nyambung urip nak (untuk menyambung hidup nak, red)” ujarnya dengan suara agak serak. Tak seperti tukang reparasi atau tukang tambal ban lainnya, Mbah Welly bekerja siang-malam kayak admin Kompasiana saja he…he… . Buktinya ketika seseorang membutuhkan bantuannya iapun dengan ihlas mengerjakannya tak melihat waktu. Ia sanggup bekerja usai subuh hingga malam hari sekalipun.

Ongkos reparasi sepeda ontel atau tambal ban mungkin tak terlalu banyak. Dan keponakannyapun sebenarnya tak keberatan untuk menopang hidupnya. Namun ia tak mau berdiam diri apalagi kalau sampai memberatkan keponakannya. Ia tetap bekerja keras untuk menghidupi dirinya yang sudah renta itu dengan membuka bengkel reparasi sepeda dan tambal ban.

Masih cukup kuat memompa ban tanpa kompresor (dok.pri)
Masih cukup kuat memompa ban tanpa kompresor (dok.pri)
Mbah Welly menjadi salah satu contoh semangat atau daya juang untuk hidup di tengah perubahan seperti sekarang ini. Alat-alat bekerjanya juga sangat sederhana bahkan terlihat ala kadarnya. Kalau Anda pernah mendatangi bengkel reparasi sepeda atau tukang tambal ban yang ada di pinggir jalan atau di dalam kompleks perumahan maka yang namanya mesin kompresor biasanya tersedia di sana.

Berbeda dengan Mbah Welly, ia hanya menggunakan pompa ban biasa. Tenaganya masih cukup kuat untuk memompa ban dengan alat pompa sederhana meski tanpa mesin kompresor. Matanya masih cukup awas untuk melihat lubang kecil pada ban yang bocor. Mbah Welly bahkan menjadi idola anak-anak di desanya.

Para orang tua yang punya masalah dengan sepeda ontel anaknya tak jarang mendatangi bengkelnya. Bengkelnya laris-manis bukan lantaran iba orang lain melainkan karena hasil pekerjaan sang kakek memang bagus, telaten dan sesuai dengan permintaan pelanggan.

Diluar kesibukan menekuni pekerjaan mulianya sebagai tukang tambal ban dan reparasi sepeda, Mbah Welly juga rajin beribadah. Ia mengisi sisa usianya dengan tekun bekerja dan beribadah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun