Museum Sejarah Jakarta (MSJ) atau ada yang menyebutnya Museum Fatahillah di kawasan Kota Tua Jakarta belakangan popularitasnya kian melejit, tak kalah dengan pamor Tugu Monumen Nasional (Monas) atau Ancol dalam menyedot wisatawan yang pelesir ke ibu kota negara kita itu. Mungkin karena kawasan Kota Tua Jakarta, khususnya MSJ yang begitu menarik hingga sering dijadikan lokasi syuting untuk iklan-iklan di TV.
Otomatis MSJ kian ngetop saja dan semakin dikenal oleh khalayak ramai. Sebagai sebuah museum yang dibuka untuk masyarakat luas, tentu saja pengelola MSJ selalu berbenah diri, meningkatkan kualitas layanan dan penampilan MSJ itu sendiri agar terlihat semakin menarik. Berbagai koleksi kuno tentang sejarah perkembangan Jakarta dari masa ke masa ditata dan ditampilkan dengan sangat apik sehingga MSJ tampil sebagai sebuah museum yang bukan saja menjadi objek destinasi penting di ibu kota negara tercinta ini, melainkan juga menjadi sarana edukasi yang patut diperhitungkan.
Seperti diketahui bersama, di masa imperialisme Belanda, gedung MSJ merupakan kantor Balai Kota Batavia, yang sekarang bernama Jakarta. Di bagian tertentu dari gedung Balai Kota tadi ternyata dilengkapi ruang penjara. Menurut catatan sejarah, Dewan Keadilan dan Dewan Kota Praja Belanda memiliki penjara sendiri-sendiri. Penjara dalam wewenang Dewan Keadilan terdapat di sebelah timur gedung Balai Kota yang sekarang dijadikan kantor Kota Tua. Ruang penjara ini khusus diperuntukkan bagi para tahanan pegawai VOC.
Sementara penjara dalam wewenang Dewan Kota Praja berada di bagian barat gedung Balai Kota, yang digunakan untuk para tahanan warga Kota Batavia yang bukan pegawai VOC. Halaman belakang dan beberapa gedung di sampingnya juga dijadikan sebagai penjara dan rumah penjaga. Selain sebagai ruang penjara, ada juga ruang di bawah penjara Dewan Kota Praja atau doncker gat (lubang gelap, red) serta lima buah sel di bawah gedung bagian belakang yang lebih dikenal dengan Penjara Bawah Tanah (dua ruang dalam wewenang Dewan Keadilan dan juga dalam wewenang Dewan Kota Praja).
Ada banyak penjara warisan kolonial Belanda yang tersebar di Indonesia. Salah satunya yang ada di bagian belakang gedung MSJ. Bagaimana keadaan penjara peninggalan Belanda di MSJ itu? Tentu saja bagi para pengunjung MSJ menimbulkan rasa penasaran apalagi bagi mereka yang belum pernah melihat penjara kolonial. Atau sudah pernah melihat namun hanya sebatas melihat di TV atau gambar penjara yang ada di buku-buku pelajaran sejarah.
Saya sendiri pernah melihat langsung model penjara kolonial (Portugis dan Belanda) ketika berkesempatan jalan-jalan ke Benteng Pendem Cilacap dan Benteng Nusa Kambangan. Penjara di bagian belakang gedung MSJ atau ada yang menyebutnya penjara bawah tanah menjadi magnet wisatawan Kota Tua Jakarta khususnya MSJ pasalnya beberapa pahlawan Tanah Air seperti Untung Suropati dan Pangeran Diponegoro pernah ditawan di penjara ini.
Menurut keterangan yang terpampang di dinding penjara MSJ, Untung Suropati sebenarnya seorang budak belian pedagang Belanda bernama Pieter Cnoll. Beliau termasuk pejuang yang luar biasa karena berhasil meloloskan diri dari penjara MSJ yang penjagaannya sangat ketat pada tahun 1670. Tak hanya melarikan diri, Untung Suropati juga melakukan perlawanan sengit dengan Belanda. Perjuangannya tak sia-sia, seorang perwira Belanda bernama Kapten Tack tewas di tangan beliau saat melakukan penyergapan di Kraton Kartosuro pada tahun 1686. Menjelang akhir hayatnya, Untung Suropati melanjutkan perjuangannya di daerah Pasuruan, Jawa Timur pada tahun 1706. Pangeran Diponegoro khabarnya juga pernah di tahan di salah satu ruangan penjara yang berada di bagian belakang MSJ. Pada kurun waktu antara 1825 hingga tahun 1830 beliau melakukan perlawanan sengit hingga suatu ketika beliau harus menghuni sel yang kini banyak mengundang perhatian wisatawan Kota Tua Jakarta itu.
MSJ juga memiliki ruang penjara khusus bagi tahanan wanita. Penjara khusus wanita tidak seperti penjara yang pernah dihuni Untung Suropati dan Pangeran Diponegoro. Letaknya di sebelah bawah gedung MSJ, areanya berdampingan dengan ruangan yang kini dipakai sebagai toko suvenir. Sebelum menuju lokasi penjara, pengunjung harus melewati pintu kayu yang sangat kokoh. Kondisi pintu seperti aslinya, masih bagus dan terawat dengan baik. Setelah melewati pintu kayu yang kokoh, pengunjung perlu berjalan lagi kira-kira sepuluh langkah menuju ruangan penjara. Kemudian menuruni beberapa trap lantai untuk melongok ke dalam ruangan penjara khusus wanita di jaman Belanda itu.
Ruangan penjara khusus wanita ini dalam keadaan terendam air. Terlihat ada air menggenangi lantai ruangan, tingginya kira-kira mencapai mata kaki (tumit) orang dewasa. Ruangannya lebih luas ketimbang penjara untuk tahanan pria. Ada beberapa tiang beton cor berukuran cukup besar sebagai penyangga atapnya. Ruangan tak terlalu tinggi sekalipun untuk ukuran tinggi orang Indonesia. Belum ada informasi yang jelas dari pihak pengelola MSJ mengapa air menggenangi ruangan penjara wanita itu atau memang sengaja dibiarkan seperti aslinya, saat gedung MSJ masih dikuasai oleh pemerintah Belanda kala itu. Yang pasti penjara khusus wanita itu begitu mengundang perhatian para pengunjung untuk melihatnya.