Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Sugar Glider yang Lucu di CFD Surabaya

9 Mei 2016   11:45 Diperbarui: 13 Agustus 2016   12:53 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Seperti hari-hari biasanya, Slamet (47 tahun) bangun pagi untuk menunaikan ibadah Sholat Subuh. Namun di pagi itu ada yang aneh dan berbeda dengan pagi-pagi sebelumnya. Pria asal Ngagel Jaya Utara, Surabaya itu tiba-tiba dikejutkan dengan munculnya seekor hewan yang disangkanya seekor tikus sedang melompat ke arah dirinya. Sontak saja ia terkejut setengah mati. Ia dengan sarung yang dikenakannya mencoba menangkap hewan itu. Hewan tadi sempat menggigit jemari tangan Slamet namun ia tak menggubrisnya dan tetap merangseknya.

Ia semakin penasaran saja dan ingin segera menangkap hewan itu karena melihat gerakannya yang lincah, lebih mirip seekor tupai. Hewan tadi akhirnya tertangkap juga, ternyata bukan tikus bukan pula tupai. Slamet baru melihat hewan berwujud seperti itu. Ia baru tahu setelah beberapa hari memelihara hewan misterius yang ditangkapnya saat hendak ke masjid untuk menunaikan Sholat Subuh berjamaah. Belakangan ia baru mengetahui kalau hewan lucu menyerupai tupai itu ternyata bernama sugar glider. Slamet menduga kalau sugar glider yang ia temukan itu milik orang lain yang sedang kabur. Sejak saat itu ia mulai sayang dan rajin merawat sugar glider yang ditemukannya di pagi itu. Itulah awal cerita hingga akhirnya Slamet menggandrungi dunia sugar glider.

Di sela-sela menekuni profesi kesehariannya sebagai pedagang bakso, Slamet tetap meluangkan waktu dan perhatiannya untuk sugar glider kesayangannya. Ia bahkan telah mencatatkan dirinya sebagai anggota perkumpulan Sugar Glider Surabaya (SGS). Meski belum lama ia berkecimpung di dunia per-sugar glider-an namun Slamet merasakan begitu fun dengan hewan mungil nan lucu itu. Untuk mengenalkan hewan yang termasuk langka itu kepada masyarakat luas maka tak jarang bersama anggota kelompok SGS ia mengadakan road show ke banyak daerah di Indonesia khususnya daerah-daerah di Jawa Timur. Untuk bertukar pengalaman atau berbagi informasi apa saja kepada sesama penyuka sugar glider.

“Biasanya kalau Minggu, kami ngumpul di Taman Bungkul ini saat acara CFD (Car Free Day, red)” terang Slamet saat saya temui Minggu (8/5/2016) kemarin.

Asal tahu saja, sugar glider merupakan satwa asli Papua, tapi di Australia juga ada. Di habitat aslinya sugar glider memakan makanan berupa serangga dan buah-buahan. Ketika sudah dipelihara atau bahkan ditangkarkan orang, sugar glider bisa diberi makanan berupa bubur bayi seperti SUN atau Serelac. Untuk menambah asupan protein kadang ditambahkan ulat Hongkong, jangkrik atau kecoa Madagaskar. Uniknya, sugar glider itu berkantung (marsupial) seperti halnya kanguru untuk membawa anaknya. Bila di habitat aslinya, sugar glider bisa bertahan hingga umur mencapai 10 tahun sementara bila dipelihara orang umurnya bisa sampai 15 tahun.

“Harga perekornya nggak sama, yang warna coklat (biasa) berkisar 8 juta hingga 20 juta-an yang albino” terang Slamet.

Slamet mengaku temannya bertambah banyak semenjak ia bergabung menjadi anggota asosiasi penggemar sugar glider cabang Surabaya (SGS). Selain itu bila sugar glider peliharaannya laku terjual maka hasilnya bisa ia pakai menopang kebutuhan rumah tangganya, begitu harapnya. Sugar glider merupakan satwa langka dengan harga jutaan. Tidak semua orang bisa memilikinya karena harganya yang mahal itu. Bulunya halus dan lembut, anak-anak juga sangat menyukainya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun