Bajaj sepintas terlihat sebagai sebuah alat transportasi kampungan. Modelnya unik, suaranya berisik dan kapasitas angkutnya hanya cukup untuk 2 atau 3 orang yang notabene berbadan ramping.
Naik bajaj mengingatkan saya akan alat transportasi bernama bemo roda tiga yang kala itu populer dan biasa mangkal di Stasiun Joyoboyo Surabaya. Kabarnya di pinggiran Jakarta, bemo roda tiga juga masih diperbolehkan beroperasi.
Kendaraan bajaj juga mengingatkan saya pada tayangan sinetron fenomenal berjudul Bajaj Bajuri yang dibintangi almarhum Mat Solar. Â Sinetron komedi itu bercerita tentang keseharian penarik bajaj yang hidupnya sederhana karena penghasilannya kurang memadai. Halangan dan tantangan hidup ia hadapi, meski hanya berprofesi sebagai sopir bajaj tapi hidupnya tentram.
Sebagai alat transportasi umum bajaj mungkin tidak secekatan taksi, angkot atau ojek motor online. Apalagi belakangan ini mendapatkan saingan baru berupa membanjirnya ojek online tentu menjadi tantangan tersendiri bagi para penarik bajaj itu.
Seiring dengan perjalanan sang waktu, nyatanya bajaj masih tetap eksis. Bajaj bukan sekedar alat transportasi yang unik dari segi penampilan, lebih dari itu ia telah memiliki segmen pengguna tersendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H