“Ini lagi ngupas cuncum dik” balasnya sambil menunjukkan sejenis hewan siput di tangannya.
Cuncum merupakan istilah Bahasa Jawa untuk menyebut hewan semacam siput dengan bentuk cangkang menyerupai bangun kerucut, bertubuh lunak (mollusca) yang biasa hidup di tambak (air payau).
Bagi saya, jenis siput air itu merupakan sesuatu yang baru dan mengundang perhatian. Dalam sehari Khoiriyah bisa mengumpulkan cuncum lebih kurang 2 kilogram.
Ia dengan telaten mengupas satu persatu siput itu untuk melepaskan daging cuncum dari kulitnya. Ia memecahkan cangkang-cangkang siput yang diburunya itu dengan menggunakan sebuah besi tumpul yang panjangnya kira-kira 25 sentimeter.
Hanya bagian daging kepalanya saja yang diolah sebagai makanan. Sebelum diolah, daging bagian belakang cuncum dibersihkan lagi sebab di situ melekat bahan (lemak) seperti lendir berwarna hijau.
[caption caption="Membersihkan kotoran (lendir hijau) agar siap diolah"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2015/09/30/pencari-keong-laut-03-560b87513f23bda605fc630b.jpg?v=400&t=o?t=o&v=555)
“Sebelum dimasak, lendir cuncum yang berwarna hijau ini harus dibersihkan dulu dik” terangnya.
Daging cuncum bisa dimasak dengan bumbu krengsengan atau disate. Siput air payau itu dipercaya banyak mengandung protein sekaligus kadar kolesterolnya juga tinggi.
Sebelumnya Khoiriyah bersama suaminya hanya menggantungkan hidupnya dari hasil menjaga dan merawat tambak milik orang lain.
Saat kemarau panjang seperti sekarang ini, dimana banyak tambak yang kering maka berburu siput cuncum menjadi lebih mudah dan menguntungkan.
“Cuncumnya bisa dijual dik, hasilnya untuk menutup kebutuhan” tuturnya merendah.