Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pria-pria Tangguh dari Lereng Tanggamus #DibalikSecangkirKopi

12 Juni 2015   07:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:05 785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjalani hidup sebagai petani kopi tentu tidak selalu berjalan mulus. Ada saja kendalanya termasuk yang dialami Pak Konstianto.

“Saya kesulitan mencari tenaga muda untuk KUB Robusta Prima” keluh Konstianto.

Menurut pengakuannya, anak-anak muda di desanya kini lebih tertarik untuk bekerja di kota-kota besar. Sedangkan yang tersisa hanya orang-orang tua yang produktivitasnya sudah menurun.

Setelah meninjau KUB Robusta Prima milik Konstianto, perjalanan kami lanjutkan menuju Desa Tekad, Panggung-Tanggamus. Desa ini berada di ketinggian 600 mdpl (meter di atas permukaan laut). Ada seorang petani kopi yang hendak kami temui di sana, Pak Veri namanya.

Berbeda dengan Konstianto yang memiliki kebun kopi seluas 3 hektar, lahan Veri (37) tidak begitu luas. Ia hanya mengusahakan tanaman kopinya di kebun seluas 1/2 hektar. Itupun kebun peninggalan orang tuanya. Bila diperhatikan, pohon-pohon kopi yang ada di lahan Veri itu jarak tanamnya tidak teratur. Ada tanaman kopi yang sudah tua dan sebagian lagi baru ia tanam.

Dalam setahun ia bisa memanen sebanyak 800 kilogram kopi dengan nilai rupiah berkisar antara 16 – 18 juta. Meski penghasilannya tak sebanyak Konstianto namun Veri tetap tekun dan bersemangat merawat 800 pohon kopi warisan orang tuanya itu.

Sedikit berbeda dengan Konstianto yang nota bene sebagai pemilik KUB Robusta Prima, masalah yang dihadapi Veri justru pada bagaimana mempertahankan penghasilan dari bertanam kopi di lahannya yang tidak begitu luas itu. Kendala seperti masa paceklik selama 8 bulan, harga yang kadang dipermainkan oleh para tengkulak selalu saja ia hadapi dari waktu ke waktu.

Menurutnya dari masalah itulah kemudian peran Nescafe (Nestle) sangat diperlukan. Sumbangsih perusahaan kopi kenamaan itu sangat ia rasakan.

“Nestle telah memberi bantuan saya berupa bibit tanaman kopi secara gratis, pelatihan-pelatihan juga pendamping yang siap memecahkan masalah di kebun, Nestle juga berperan dalam pengendalian harga kopi” ungkap Veri.

Lahan kopi milik Veri berada di lereng Gunung Tanggamus, meski tak terlalu luas, ia tetap saja menerapkan pola bercocok tanam kopi yang benar. Di buatnyalah terasering (sengketan) untuk mengatasi bahaya erosi.

Ia juga rajin melakukan pemangkasan untuk cabang tanaman kopi yang telah kering. Setelah 3 – 4 kali berproduksi maka cabang itu perlu dipangkas agar muncul cabang baru yang lebih produktif. Veri juga menceritakan pengalaman memanen kopi di kebunnya, ia memanen tanaman kopinya sebanyak 3 kali dalam setahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun