Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Kisah Heroik di Jembatan Merah Surabaya

27 April 2013   22:06 Diperbarui: 12 Agustus 2016   10:44 1025
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1367073765457751385

 

Pikiran saya menerawang jauh ke masa silam. Di dekat Taman Jayengrono yang kami singgahi ini, ada beberapa bangunan yang menjadi saksi bisu perjuangan rakyat Surabaya melawan tentara Sekutu. Apalagi masih segar dan terngiang-ngiang di ingatan kami, lirik lagu Jembatan Merah karya almarhum Gesang. Semakin membuat kami larut dan ikut terbawa ke masa silam. 

"Jembatan merah sungguh gagah berpagar gedung indah. Sepanjang hari yang melintasi silih berganti. Mengenang susah hati patah teringat zaman berpisah. Kekasih pergi sehingga kini belum kembali. Biar jembatan merah, seandainya patah. Akupun bersumpah. Akan kunanti dia di sini bertemu lagi."

Begitu kira-kira cuplikan lagu yang menggambarkan kisah perpisahan seorang wanita yang melepas lelaki pujaan hatinya untuk berjuang di medan pertempuran Surabaya. Betapa saat itu lelaki dan wanita sudah bahu-membahu secara ihlas berjuang melawan penjajah. Demi terciptanya Indonesia merdeka. Jembatan Merah sendiri dibangun atas kesepakatan Pakubuwono II dari Mataram dengan VOC, sejak 11 November 1743. 

Dalam perjanjian, disebutkan kalau beberapa daerah pantai utara, termasuk Surabaya, diserahkan ke VOC, termasuk Surabaya yang saat itu berada di bawah kolonial Belanda. Sejak saat itu, daerah Jembatan Merah menjadi kawasan bisnis dan menjadi jalan satu-satunya yang menghubungkan Kalimas dan Gedung pemerintahan di Surabaya. Dengan kata lain, Jembatan Merah merupakan sarana yang sangat penting pada era itu.

Jembatan Merah berubah secara fisik sekitar tahun 1890-an. Saat itu, pagar pembatas diubah dari kayu menjadi besi. Jembatan Merah menghubungkan kawasan Rajawali dengan pusat bisnis pecinan di daerah Kembang Jepun, Surabaya. Selain itu, Jembatan Merah juga menginspirasi maestro keroncong Indonesia Alm Gesang. Saat menciptakan lagu nasional ini, berdiri gedung cantik yang bisa dipastikan sebagai saksi bisu perjuangan warga Surabaya melawan tentara Sekutu di Surabaya. Ya Gedung Internatio namanya. Sejarah telah banyak menggaungkan kisah tentang betapa heroiknya arek-arek Surabaya melawan penjajah. Kisah kepahlawanan yang dikenal adalah saat pemuda-pemuda Surabaya merobek bendera Belanda di Hotel Majapahit.

Tapi ada satu momen yang juga sangat bersejarah dan tidak banyak diketahui orang adalah saat tewasnya pimpinan tentara Inggris, Brigadir Jenderal Aubertin Mallaby. Banyak orang mengira bahwa Mallaby tewas di Jembatan Merah, tetapi sebenarnya peristiwa itu terjadi di sekitar Gedung Internatio. Tempat inilah yang menjadi markas tentara Sekutu. Setelah pasukan Brigjen Mallaby mendarat di pelabuhan Tanjung Perak pada tanggal 25 Oktober 1945, gedung ini kemudian dikuasai oleh tentara Sekutu. Pada tanggal 28-30 Oktober 1945, gedung ini dikepung oleh pejuang-pejuang Indonesia. Sewaktu berusaha menghentikan peristiwa tembak-menembak tersebut ternyata Brigjen Mallaby juga ikut tewas terbakar bersama mobilnya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun