Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Penambang Belerang Kawah Ijen yang Mengharukan!

17 September 2014   17:13 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:26 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_360159" align="aligncenter" width="500" caption="Senyum ceria mengalahkan beban berat dan himpitan hidup"][/caption]

Pesona Gunung Ijen dengan kawah berwarna hijau toska sudah tidak disangsikan lagi. Selain itu fenomena blue fire (api biru) gunung ini memang menarik perhatian wisatawan dunia. Hanya ada dua negara di dunia ini yang memiliki karunia alam seperti itu, yaitu Kawah Ijen dan Negara Islandia.

Tak hanya itu lika-liku hidup para penambang belerang di Gunung Ijen itu juga menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan terutama turis mancanegara.

Setelah memasang tenda untuk istirahat menjelang pendakian di malam hari, saya dan Indra mengisi sore itu dengan melihat-lihat sekeliling camp ground Paltuding. Kami mendatangi beberapa penambang belerang Gunung Ijen dan bersilaturahim dengan mereka.

[caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="Mengangkut beban berat selama puluhan tahun"][/caption]

Sementara Lely dan Ayu lebih memilih bersantai ria di lapangan rumput tempat tenda kami didirikan. Kedua gadis petualang itu terlihat sedang asyik beramah-tamah dengan para pendaki lainnya.

Adalah Pak Achmad Gafur, pria berusia 45 tahun asal Desa Licin, Banyuwangi-Jawa Timur ini mengaku sudah 3 tahun bekerja sebagai penambang belerang di Kawah Ijen. Bersama-sama 200 anggota penambang lainnya, ia setiap hari bekerja keras naik-turun Kawah Ijen dengan medan berat berliku sambil memikul belerang.

“Sehari saya bawa belerang bisa sampai 3 rit Dik,” kata Pak Achmad Gafur dengan bangga. Di usianya yang sudah tidak muda lagi itu pria yang akrab disapa Pak Gafur ini ternyata sanggup memikul beban belerang antara 70 hingga 80 kilogram sekali jalan.

[caption id="attachment_360162" align="aligncenter" width="400" caption="Kehidupan pengangkut belerang Kawah Ijen jadi daya tarik wisata"]

1411117428751430535
1411117428751430535
[/caption]

Kalau jarak pendakian dari Paltuding hingga lokasi penambangan di dekat kawah sejauh 3,5 kilometer, maka untuk 1 rit ia harus berjalan sepanjang 7 kilometer dengan memikul belerang seberat 70-80 kilogram. Bayangkan saja betapa kuatnya para pemikul belerang itu. Sehari bisa bolak-balik sebanyak 2 sampai 3 kali.

Pak Gafur mengaku sangat mencintai pekerjaan ini. Meski sekilo belerang hanya dihargai Rp. 800,- namun Pak Gafur tetap mensyukurinya. “Upah saya tak seberapa Dik bila dibandingkan dengan resiko yang mungkin terjadi, sejak naik dari Rp.600,- menjadi Rp. 800.- hingga sekarang harga sekilo belerang belum pernah naik,” lanjut Pak Gafur dengan sedikit nada kesal.

Lain lagi dengan Pak Misruani, yang kami temui beberapa saat setelah memandu pendakian tim kami. Pria asli pulau garam Madura ini menjalani profesinya dengan suka-cita tanpa keluh-kesah sedikit pun. Meski pekerjaannya sebagai pemikul belerang sangat beresiko namun ia tetap saja berjuang tanpa perasaan takut. “Hidup dan mati kita di tangan Yang Kuasa Dik, mengapa takut?” katanya penuh keyakinan.

[caption id="attachment_360160" align="aligncenter" width="400" caption="Pundak Pak Misruani yang mengeras (Jawa = ngapal)"]

14111172031217222324
14111172031217222324
[/caption]

Kebiasaan memikul beban berat menyebabkan pundak Pak Misruani juga penambang lainnya menjadi kuat dan menebal (Jawa=ngapal). Kulit dan ototnya menebal seolah muncul jaringan lain di pundak sebelah kanannya.

Pemandangan ini ia perlihatkan sendiri kepada kami saat beramah-tamah setelah pendakian. Kami menjadi iba dan trenyuh setelah ia menyingkapkan sarung yang menyelimuti tubuhnya dan memperlihatkan pundaknya yang gosong dan membengkak akibat beban berat yang selalu dipikulnya.

Menjadi penambang belerang ternyata bukan profesi yang “rendahan” atau “kepepet”(terpaksa). Lebih dari itu, profesi ini bagi sebagian orang sudah menjadi “jalan hidupnya”. Beberapa pekerja tambang belerang yang senasib dengan Pak Gafur dan Misruani malahan sanggup melakoninya hingga 32 tahun.

Pak Gafur dan Misruani adalah contoh potret keseharian para penambang belerang yang mengais rezeki di Kawah Ijen Bondowoso, Jawa Timur. Kesederhanaan dan perjuangan hidup yang keras harus dijalaninya, tak peduli akan resiko (maut) yang selalu mengintai di belakangnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun