Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Sempol, Desa Eropa di Kaki Gunung Ijen

20 September 2014   21:17 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:07 987
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_360340" align="aligncenter" width="500" caption="Salah satu homestay di Desa Sempol"][/caption]

Kecamatan Sempol merupakan kawasan terakhir di kaki Gunung Ijen yang masih bisa dijangkau dengan menggunakan angkutan pedesaan (angdes) dari Terminal Kota Bondowoso.

“Angkutan pedesaan sudah mulai stand by jam tujuh pagi Dik” terang Pak Bambang saat menyambut kami di kantornya dini hari itu.

Ada cukup banyak mobil angdes yang melayani penumpang sampai ke Desa Sempol. Sejenis minibus elf yang mampu mengangkut penumpang hingga 18 orang.

[caption id="attachment_360346" align="aligncenter" width="400" caption="Mengangkut hasil kopi "]

14111971181598406531
14111971181598406531
[/caption]

Dari Terminal Kota Bondowoso sampai Kecamatan Sempol kami harus membayar Rp. 20.000,- seorangnya. Tarif ini sedikit lebih mahal dari informasi yang kami terima sebelumnya, yakni Rp. 17.000,-.

JarakSempol dengan pusat Kota Bondowoso kira-kira 64 kilometer. Itu bisa ditempuh dengan kendaraan selama 2 sampai 3 jam.

Perjalanan menuju Sempol menjadi lebih lama dari perkiraan sebelumnya. Kendaraan yang kami tumpangi banyak berhenti di sepanjang jalan Bondowoso-Sempol. Maklumlah namanya juga angkutan umum.

[caption id="attachment_360341" align="aligncenter" width="400" caption="Salah satu sudut cantik Desa Sempol, Bondowoso-Jawa Timur"]

1411196050420805466
1411196050420805466
[/caption]

Sang sopir yang akrab disapa Pak Manan itu acap kali menaik-turunkan penumpang. Kadang-kadang ia juga berhenti cukup lama untuk menunggu titipan barang yang harus dibawanya menuju Desa Sempol.

Pendeknya mobil Mitsubishi Elf milik Pak manan ini selain memiliki mesin yang bandel ia juga merupakan alat transportasi serba guna.

Tidak hanya sekarung beras, sekotak telur atau bahkan seplastik besar mie kering yang turut diangkut mobil Pak Manan. Bahan-bahan bangunan seperti semen dan kapur juga diangkutnya.

[caption id="attachment_360342" align="aligncenter" width="400" caption="Pak Man (Manan), elf miliknya dan saya"]

14111962321388982502
14111962321388982502
[/caption]

Angin semilir masuk melalui celah-celah jendela mobil Pak Manan. Segarnya udara pedesaan selama perjalanan membuat saya dan anggota tim lainnya seolah terbius.

Lamanya perjalanan dan guncangan-guncangan dalam kendaraan akibat medan berliku tak mampu mengusik rasa lelah yang mulai menggelayuti diri kami. Saya dan teman-teman tak kuasa menahan rasa kantuk yang sangat itu.

Kami akhirnya membiarkan mata kami terpejam sejenak dengan harapan ketika sampai di Desa Sempol kami bangun dalam keadaan segar-bugar. Sebab malam harinya kami harus memiliki stamina yang prima untuk mendaki Gunung Ijen.

[caption id="attachment_360343" align="aligncenter" width="400" caption="Desa kecil tapi punya gelanggang olah raga"]

1411196419954624240
1411196419954624240
[/caption]

“Mas,kita hampir sampai di Desa Sempol” kata Pak Manan sambil memperlambat laju kendaraannya. Kami dan beberapa penumpang lainnya sontak terbangun. Mobil yang membawa kami kemudian berjalan perlahan melewati jalan utama Desa sempol.

Di sebelah kanan-kiri jalan yang kami lewati tampak rumah-rumah warga lengkap dengan halaman yang ditanami bunga berwarna-warni dan terawat dengan baik. Sungguh yang terlihat ini di luar dugaan saya.

[caption id="attachment_360344" align="aligncenter" width="300" caption="Dusun Kalisat, Jampit-Sempol-Bondowoso menjadi sentra perkebunan kopi milik PTPN XII"]

14111966172011865325
14111966172011865325
[/caption]

Sebelumnya saya mengira kalau Sempol adalah kawasan di kaki Gunung Ijen yang sangat terpencil dan memiliki kehidupan sosial yang sederhana. Ternyata tidak demikian keadaannya.

Mobil Pak Manan terakhir berhenti di desa ini. Untuk melanjutkan perjalanan menuju pos Pal Tuding kami masih harus menggunakan ojek motor.

Untuk seorangnya kami membayar Rp. 30.000,-. Dengan ojek motor ini pula kami menyusuri kawasan pedesaan Sempol. Salah satunya adalah Dusun Kalisat, Jampit yang terkenal dengan sentra perkebunan Kopi Arabika.

[caption id="attachment_360345" align="aligncenter" width="400" caption="Sudut cantik Sempol dengan wilayah perbukitan yang menawan"]

14111968341446459814
14111968341446459814
[/caption]

Perkebunan Kopi Arabika di kawasan Sempol ini dikelolah oleh PT. Perkebunan Nusantara XII. Mungkin karena keberadaan PTPN XII inilah yang menyebabkan kondisi Sempol terlihat maju. Seorang anggota tim kami menyebutnya “bak desa di pedalaman Eropa”.

Di kawasan perkebunan kopi Jampit, Sempol juga kami temukan rumah-rumah peristirahatan (guest house) untuk wisatawan asing.

[caption id="attachment_360347" align="aligncenter" width="400" caption="Jalanan beraspal mulus dan rimbunnya kawasan Sempol"]

1411197328414833857
1411197328414833857
[/caption]

Kawasan ini disukai wisatawan asing karena panorama alam sekitar perkebunan kopi yang memukau dan udaranya yang sejuk. Desa Sempol berada di ketinggian 1500 meter di atas permukaan laut.

Perkebunan Kopi Arabika di kawasan Sempol sudah ada sejak jaman kolonial Belanda. Pengaruhnya hingga kini masih mewarnai perikehidupan masyarakat Desa Sempol.

Adanya taman bunga yang terawat baik, guest house dan gelanggang olah raga merupakan contoh sederhana gaya hidup warisan Belanda yang hingga kini masih dipertahankan di desa ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun