Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Saat di Stasiun Ini Jadi Teringat Peristiwa Cikini

15 Februari 2015   03:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:10 753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_396956" align="aligncenter" width="500" caption="Menunggu kereta yang lewat"][/caption]

Saat mengunjungi Stasiun Cikini di Jakarta, angan saya menerawang jauh. Betapa tidak, nama “Cikini” mengingatkan saya pada peristiwa kelam yang terjadi puluhan tahun silam. Orang kemudian menyebut kejadian memilukan itu sebagai “Peristiwa Cikini”.

Peristiwa Cikini terjadi pada 30 November 1957, dimana kala itu Bung Karno mengalami percobaan pembunuhan akibat granat yang diledakkan saat beliau menghadiri sebuah bazaar di Perguruan Cikini, Jakarta Pusat. Di Perguruan Cikini itulah anak-anak beliau bersekolah.

Bung Karno lolos dari upaya pembunuhan itu namun jatuh korban cukup banyak. Sejarah mencatat ada wanita hamil dan anak sekolah yang tewas akibat bom granat itu.

Saya tidak hendak mengulas panjang lebar tentang Peristiwa Cikini itu. Stasiun Kereta Api Cikini dan Perguruan Cikini di mana terjadi peristiwa percobaan pembunuhan atas diri Bung Karno itu berada di jalan yang sama hanya beda tempat (kavling).

[caption id="attachment_396957" align="aligncenter" width="400" caption="Gedung Stasiun Cikini"]

14239210781246136832
14239210781246136832
[/caption]

Dari Stasiun Cikini itulah saya menunggu datangnya commuter line (kereta KRL) jurusan Stasiun Pondok Cina (Depok, Bogor) di mana kediaman kakak berada.

Sambil menanti datangnya rangkaian commuter line yang longgar,kesempatan yang ada saya pergunakan untuk melihat-lihat ke segala sudut Stasiun Cikini ini.

Cukup lama saya menunggu sambil sesekali mengamati rangkaian gerbong kereta KRL yang agak longgar.

Stasiun Cikini memang tidak sebesar Stasiun Kereta Api Gambir. Namun pesonanya tak kalah keren lho. Sepertinya saya tak melihat ornamen atau gaya arsitektur bangunan yang mencerminkan kalau Stasiun Cikini ini merupakan stasiun lama.

[caption id="attachment_396958" align="aligncenter" width="400" caption="Lantai atas Stasiun Cikini Jakarta"]

14239212131657901202
14239212131657901202
[/caption]

Bahkan bangunan stasiun berlantai dua ini terkesan biasa. Menurut catatan sejarah stasiun ini sudah berdiri sejak tahun 1960 an.

Saat keluar stasiun sudah bersiap-siap puluhan tukang ojek sepeda motor yang siap mengantar Anda ke tujuan selanjutnya. Sementara itu di seberang jalan depan stasiun terlihat beberapa penjual makanan beserta gerobak dorongnya.

[caption id="attachment_396960" align="aligncenter" width="400" caption="Kuliner kaki lima depan Stasiun Cikini"]

14239213701213768559
14239213701213768559
[/caption]

Terpampang spanduk yang menerangkan kalau para pedagang kaki lima yang biasa mangkal di depan Stasiun Cikini itu kini dipindahkan ke pusat perdagangan Cikini Gold Center.

Untuk bisa sampai ke Stasiun Cikini saya menggunakan Bajaj dari kawasan Gambir. Ongkosnya memang sedikit mahal namun kangen ingin mencoba kembali alat transportasi unik yang sudah mulai langka itu.

[caption id="attachment_396961" align="aligncenter" width="400" caption="Naik bajai ah"]

14239214941983151060
14239214941983151060
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun