Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Asyik Berdesak-desakan dalam Commuter Line

15 Februari 2015   23:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:08 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_397141" align="aligncenter" width="500" caption="Keadaan kereta komuter bila padat penumpang"][/caption]

Dari terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng-Tangerang, saya menggunakan Bus Damri untuk menuju Jakarta. Bus Damri merupakan alat transportasi yang murah dan cukup nyaman.Untuk rute Cengkareng-Jakarta Gambir saya dikenakan tarif Rp. 30.000,-.

Agak sore saya tiba di terminal Bus Damri Gambir. Pangkalan bus ini letaknya di belakang Stasiun Kereta Api Gambir, Jakarta. Saya mengira Stasiun Gambir termasuk salah satu stasiun tempat pemberhentian commuter line (KRL = Kereta Rel Listrik) jurusan Jabodetabek .

Ternyata sejak dua tahun lalu kereta KRL ini sudah tidak menurunkan dan mengangkut penumpang dari Stasiun Gambir.

Seorang petugas Stasiun Gambir menyarankan agar saya naik metromini atau angkutan kota lainnya yang penting bisa sampai di Stasiun Cikini Jakarta. Sebab di Stasiun Cikini inilah KRL berhenti. Cukup lama saya menunggu datangnya KRL jurusan Stasiun Pondok Cina.

[caption id="attachment_397144" align="aligncenter" width="400" caption="Tiket elektronik kereta komuter"]

14239906841996285882
14239906841996285882
[/caption]

Rumah kakak kebetulan berdekatan dengan Stasiun Pondok Cina ini. Dari stasiun cukup dengan hanya berjalan kaki kira-kira 200 meteran untuk bisa sampai ke rumah kakak.

Beberapa rangkaian kereta sempat berhenti di Stasiun Cikini. Semuanya penuh sesak dengan penumpang. Hari semakin malam. Beberapa penumpang mencoba meyakinkan saya kalau KRL masih banyak yang lewat hingga malam hari. Jadi tak perlu khawatir tidak kebagian kereta.

Jam di tangan sudah menunjukkan pukul 21.00 WIB. Pikir saya, tentu kakak sudah lama menanti kehadiran saya. Wah kalau harus menunggu KRL longgar rasanya mustahil sebab saat sore hingga malam hari itu KRL akan penuh sesak dengan para karyawan yang pulang kerja dari Jakarta menuju daerah-daerah asal mereka di kawasan Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.

[caption id="attachment_397142" align="aligncenter" width="400" caption="Diantara padatnya penumpang KRL Jabodetabek"]

14239903791073089363
14239903791073089363
[/caption]

Saya tak mau menunggu terlalu lama. Saat ada pengumuman dari Announcer Stasiun Cikini kalau sebentar lagi ada rangkaian KRL yang menuju Stasiun Pondok Cina langsung saja saya bersiap di depan.

Kalau dalam kondisi normal dan lapang, tas ransel biasanya saya letakkan di belakang punggung namun untuk kali ini justru kebalikannya. Ransel saya tempatkan di dada agar tak mengganggu penumpang lain. Saat berdesak-desakan biasanya kita kesulitan mengontrol barang-barang bawaan dalam tas kita.

[caption id="attachment_397143" align="aligncenter" width="400" caption="Kebersihan dalam KRL selalu terjaga"]

1423990514862922231
1423990514862922231
[/caption]

Maka dari itu, menempatkan ransel atau tas lainnya di depan dada selain agar tak mengganggu penumpang KRL lainnya juga agar lebih mudah mengawasi.

Setelah sekian lama menanti KRL jurusan Stasiun Pondok Cina akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga. Dengan sekuat tenaga saya berdesak-desakan dengan penumpang lainnya, saling berebut masuk pintu KRL duluan.

Sebenarnya tidak berharap dengan keadaan seperti itu namun apadaya hari semakin malam, kasihan kakak harus menunggu saya berlama-lama. Sedangkan ia sendiri harusnya sudah beristirahat.

Di dalam gerbong KRL, badan ini rasanya seperti patung akibat padatnya penumpang. Nyaris tak bisa bergerak. Untung saja, celoteh dan canda tawa penumpang lain menjadi penghibur atas suasana tak nyaman itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun