Bekerja di mana pun tentu saja butuh kejujuran, dedikasi, dan disiplin yang tinggi. Sekali melakukan kecurangan, seumur hidup tak akan dipercaya lagi oleh perusahaan. Karier pun mati suri dan mentok akibat keteledoran dan ketidakjujuran yang timbul dari perilaku hipokrit, egoisme, dan arogansi diri. Apalagi bekerja di perusahaan asing, sekali ketahuan cheating, khususnya yang berkaitan dengan kedisiplinan diri dan kejujuran, ya sudah mendingan segera cari kerjaan baru di tempat lain saja karena karier sudah pasti akan terkunci.Â
Filosofi para ekspatriat itu ibaratnya mereka tak butuh orang pintar, yang mereka butuh adalah orang yang jujur, disiplin, dan mau kerja keras. Sekalipun pintar dan cerdas, kalau tidak disiplin dan tidak jujur, cepat atau lambat akan kena tendang keluar dari perusahaan dengan cara yang mereka terapkan sehingga membuat seseorang tak akan betah berlama-lama di perusahaan itu karena menanggung malu. Ini terjadi di perusahaan tempat aku mencari nafkah selama ini. Dua oknum karyawan senior yang licik ketahuan melakukan cheating absensi Fingerprint dengan cara saling menitipkan User ID dan Password jika salah satu dari mereka terlambat masuk kantor. Kedua oknum tak bertanggung jawab itu dikenakan sanksi yang lumayan bikin mereka malu. Mesin absensi Fingerprint yang menggunakan metode absen secara elektronik itu ternyata bisa diakali tanpa perlu sidik jari karyawan yang bersangkutan, yaitu dengan cara memasukkan User ID dan Password lalu tekan OK. Namanya juga sistem yang dibuat oleh manusia, ya secanggih apa pun tentu saja ada celah yang bisa diakali. Kedua oknum tak bertanggung jawab itu sering kali terlambat masuk kantor, kadang pukul 8.30, kadang pukul 9 pagi, suka-sukanya mereka saja. Padahal, jam masuk kantor yaitu pukul 8 pagi. Namun, hebatnya di report login Fingerprint, mereka telah melakukan aktivitas Fingerprint pada pukul 7.30 pagi. Sebagai orang asing yang telah makan asam garam dalam dunia usaha dan telah investasi dengan dana yang cukup besar di negeri tercinta ini, tentu saja yang mereka terapkan dalam perusahaan yaitu apa yang mereka berikan harus sepadan dengan apa yang mereka terima. Mereka enggak mau pusing, tinggal ambil kalkulator lalu mulailah mereka berhitung. Kalau setiap hari terlambat 1 jam ke kantor artinya dalam sebulan perusahaan telah rugi membayar 22 jam sia-sia. Kalau gaji pokok di luar tunjangan, taruhlah Rp 5 juta per bulan, artinya perusahaan telah tekor melakukan pembayaran sia-sia sebesar Rp 227, 273 per bulan. Itu hitungannya untuk 1 orang karyawan curang. Kalau dua orang karyawan seperti dalam kasus ini, artinya mereka telah rugi Rp 454,546 setiap bulannya. Dalam setahun mereka rugi bayar gaji sia-sia sebesar Rp 5,454,552. Ini prinsip dasar ekonomi yang dihitung secara cermat oleh para pelaku usaha, khususnya perusahaan asing. Modus yang dilakukan oleh kedua oknum curang itu selama ini lancar-lancar saja. Sekali dua kali masih aman dilakukan. Namun, suka tak suka, kita harus mengakui bahwa orang asing lebih lihai dari kita. Setiap bulan sekali mereka mencocokkan kegiatan absensi Fingerprint dan rekaman CCTV jam kedatangan karyawan. Namun, saking banyaknya karyawan yang hilir-mudik melakukan aktivitas absensi Fngerprint di pagi hari, mesin Fingerprint itu lalu dipindahkan di hadapan mereka. Selama beberapa minggu mengamati satu per satu jam masuk karyawan dan aktivitas absensi Fingerpint di depan mereka, akhirnya ketahuan juga ulah licik kedua oknum tak bertanggung jawab itu yang dianggap cukup fatal bagi perusahaan. Selain dapat surat cinta berupa SP (Surat Peringatan), kedua oknum yang tak bertanggung jawab itu juga diturunkan grade mereka (Demosi) sesuai PKB (Perjanjian Kerja Bersama) antara perusahaan dan karyawan yang dulu mati-matian diperjuangkan oleh Serikat Pekerja di perusahaan tempatku bekerja di mana kedua oknum yang tak bertanggung jawab itu juga merupakan pengurus Serikat Pekerja. Ini sama saja senjata makan tuan. Kedua oknum itu dipindahkan, yang satu jadi receptionist, yang satunya lagi jadi staf admin. Yang paling apes yang jadi receptionist, jam masuknya pukul 7.30 pagi. Malunya itu lho, padahal mereka adalah laki-laki, sudah bapak-bapak pula, namun melakukan pekerjaan sebagai receptionist dan staf admin yang notabene adalah pekerjaannya karyawati. Apes nian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H