[caption caption="Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz al-Saud dan Presiden RI Joko Widodo (Foto: Kompas)"][/caption]Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz al-Saud beserta rombongan jumbonya  sangat menikmati kunjungannya ke negara kita yang subur, hijau dan tropis. Kunjungan si raja mewah itu ke Indonesia dibalut kemewahan yang tiada tara.
Â
Tak tanggung-tanggung raja mewah itu bawa rombongannya sebanyak 1,500 orang, diantaranya 10 orang menteri dan 25 Pangeran dengan menumpangi tujuh pesawat berukuran raksasa, dua unit Boeing 777, satu unit Boeing 747-300, satu unit Boeing 757, satu unit Boeing 747 SP, satu unit Boeing 747-400, dan satu Hercules. Selama berlibur di pulau dewata, Raja Salman menyewa 360 mobil mewah, mulai dari Alphard sampai Mercedes Benz.
Selain kaya raya, Raja Salman adalah pelayan dua kota suci, yaitu Mekkah dan Madinah. Beliau adalah pelayan dua kota Nabi. Itulah sebabnya keselamatannya nomor satu. Beliau juga bawa mobil khusus yang anti peluru selama lawatannya di negara kita.
Tak Ada Makan Siang Gratis
Kunjungan Raja Salman ke negara kita yang dibalut dengan kemewahan yang fantastis itu tentunya bukanlah sebuah kunjungan gratis. Tentu saja ada agenda khusus dibalik semua kemewahan yang ditampilkan jor-joran didepan mata. Ibaratnya tak ada makan siang gratis. Kedatangan Raja Salman ke Indonesia kali ini ada agenda penting yang dibawa, yaitu jualan saham Saudi Arabian Oil Co atau yang biasanya disebut sebagai Saudi Aramco.
Saudi Aramco ingin menjual lima persen sahamnya melalui initial public offering (IPO) atau penawaran saham perdana di negara kita. Penjualan saham itu tentunya sudah diprediksi matang-matang oleh Raja Salman sebelum beliau menginjakkan kakinya di negeri nyiur melambai ini. Perhitungan si raja mewah itu akan menguntungkan Arab Saudi kurang lebih sebesar US$ 100 miliar dengan estimasi nilai Saudi Aramco yang mencapai US$ 2 triliun.
Penjualan saham Saudi Aramco itu  dilakukan oleh Raja Salman karena saat ini beliau butuh fulus yang besar guna membiayai APBN negaranya dimana salah satu faktor penyebab anjloknya penerimaan negara mereka akibat dari tumbangnya harga minyak dunia yang turun dari US$ 90 per barel menjadi US$ 50/barel sejak tahun 2010 yang silam.
Selain kondisi harga minyak dunia yang tak lagi seksi bagi sang Raja yang berhidung mancung itu, biaya perang Suriah dan Yaman juga semakin mahal. Apalagi saat ini negara-negara minim minyak dunia mulai mengusahakan energi alternatif pengganti minyak. Maka tak ayal lagi, kerajaan Arab Saudi terpaksa harus berhutang utangan untuk menutupi lubang-lubang devisit yang menganga.
Dengan kondisi demikian, maka berimbas pula pada menurunnya pertumbuhan ekonomi di Arab Saudi dimana pertumbuhan ekonomi di Arab Saudi yang berkisar pada 9,96% pada tahun 2011 turun menjadi 1% di tahun 2016. Ini terjadi karena bisnis minyak di Arab adalah separuh nafas mereka.
Akibat dari anjloknya perekonomian di Arab Saudi, maka perekonomian Arab Saudi juga ikut keliyengan. Jatah subsidi energi untuk rakyat mau tak mau beliau dikurangi. Tak tanggung-tanggung, Raja Salman juga menghemat APBN-nya dengan cara memangkas gaji para PNS-nya, membatalkan pembayaran bonus PNS, begitu pula gaji para Menteri di Kabinetnya digergaji tanpa ampun hingga 20%. Bukan hanya itu saja, subsidi BBM, air dan listrik juga dicabut.