Bagaimana perasaan Anda jika nenek Anda yang sudah renta tak bertenaga dituduh mencuri beberapa potong kayu, lalu dilaporkan ke Polisi, diproses secara hukum, dan dijebloskan begitu saja ke dalam sel yang dingin dan pengap?
Bagaimana perasaan Anda ketika nenek Anda yang seharusnya menghabiskan sisa hidupnya dimasa tua diantara kehangatan anak cucunya, namun justru harus mendekam dibalik dinginnya jeruji penjara hanya lantaran beberapa potong kayu, sementara kasus BLBI yang nilai kerugian negara mencapai trilyunan rupiah itu, namun sampai detik ini raib tak tentu rimbanya?
Bagaimana perasaan Anda ketika melihat kenyataan pahit ada sebegitu banyaknya pejabat negara yang mencuri uang negara, namun justru bebas melenggang kesana kemari, bagoyang patah-patah ngana pe bodi pica-pica, plesir ke luar negeri, makan enak di Restaurant mewah, sementara nenek Anda yang sudah renta dan sakit-sakitan harus mendekam dibalik dinginnya jeruji besi hanya lantaran beberapa potong kayu yang. Dianggap telah merugikan negara?
Bagaimana perasaan Anda ketika nenek Anda dicecar puluhan pertanyaan oleh para Hakim Yang Mulia itu, lalu kedua tangannya yang lemah lunglai diborgol dan digiring ke dalam penjara, sementara ada Bupati yang semena-mena menutup Bandara hanya karena tak kebagian tiket pesawat namun sampai detik ini bebas melenggang kesana kemari dan tersenyum nyinyir penuh kemenangan?
Concern tentang hati nurani dan sisi kemanusiaan merupakan inti dari penerapan hukum di negeri ini, namun ironisnya potret hukum dinegeri ini justru bertolakbelakang dengan fitrah penegakkan hukum yang hakiki
Di usianya yang sudah renta dan kondisi fisik yang sakit-sakitan, nenek Asyani harus menjalani pahit getirnya dipenjara sejak 15 Desember 2014 yang silam, berbanding terbalik dengan Bupati Marianus Sae yang tak pernah merasakan dinginnya penjara akibat ulah koboinya yang mempermalukkan bangsa ini dimata dunia dengan memblokir bandara pada tanggal 21 Desember 2013 yang silam.Â
Kita disuguhkan kisah dramatis yang memilukan hati dan menyayat sisi kemanusiaan kita. Sekalipun kondisi fisik nenek Asyani yang sudah lemah dan sakit-sakitan diusianya yang sudah renta, nenek Asyani tetap patuh menjalani berkali-kali persidangan. Sekalipun sang nenek menangis sesenggukan dan bersimpuh dihadapan majelis hakim, tetap tak membuat para penegak hukum yang mulia itu bergeming.
Namun yang herannya bangsa ini lupa bahwa apa yang dialami oleh nenek yang malang itu kondisinya bertolak belakang dengan kasusnya Bupati Ngada, Marianus Sae. Entah kongkalingkong apa yang terjadi, kasus itu kini raib dan lenyap dihembus angin malam yang dingindan mencekam.
Padahal si Bupati koboi ini telah jelas-jelas melanggar Pasal 421 KUHP tentang penyalahgunakan kekuasaan dan wewenang serta melanggar UU Penerbangan, namun herannya mereka-mereka yang dulu gencar mengecam kasus ini justru kini semuanya diam, semuanya bungkam, semuanya membisu.
CobaAnda bayangkan, pihak Merpati yang notabene adalahmilik negara telah mengalami kerugian sebesar Rp 44 juta akibat batal landing. Biaya itu termasuk bahan bakar sekali terbang, Ban pesawat, dan biaya Tekhnisi, berbanding terbalik dengan kasus nenek Asyani yang katanya merugikan Perhutani sebanyak beberapa potong batang kayu jati itu.
Sejatinya setiap warga negara adalah sama di mata hukum. Tapi apa jadinya kalau hukum yang dibuat oleh manusia namun dalam penerapannya hanya berpihak kepada orang yang berkuasa,ataudengan kata lain tajam kebawah tumpul keatas?