Akhirnya Jokowi dalam kapasitasnya sebagai Presiden Republik Indonesia memerintahkan Kepolisian Republik Indonesia untuk segera menindaklanjuti kasus penghinaan Ahmad Dhani terhadapnya dengan menyebutnya sebagai Presiden an*j**ng, Presiden b*b*.
Jokowi menegaskan bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan penghasutan dan kebencian kepada simbol negara harus mendapat hukuman yang sesuai dengan aturan yang berlaku. Dari pernyataan itu, secara tersirat, namun maknanya jelas, bahwa Presiden menginginkan agar Ahmad Dhani segera diproses dan dihukum sesuai aturan yang berlaku dalam tempo waktu yang sesingkat-singkatnya.
Hukuman harus setimpal dengan perbuatannya yang melakukan penistaan terhadap kepala negara sebagaimana dilaporkan oleh relawan Jokowi, Laskar Rakyat Jokowi (LRJ) dan Projo, yang tertuang dalam laporan polisi bernomor LP/5423/XI/2016/PMJ/Dit Reskrimum tertanggal 7 November 2016.
Kalau sebelumnya si Ahmad Dhani ini bebas sebebas-bebasnya dengan cuitan-cuitannya yang bernuansa penghasutan dan kebencian di akun Twitternya dengan menuding Jokowi adalah Presiden antek komunis, memaki Kapolda Metro Jaya sebelumnya, Irjen Moechgiyarto, dengan sebutan cuk (makian khas arek Suroboyo), maka kali ini ia tak berkutik setelah tertangkap tangan dalam orasinya yang penuh kebencian dan hasutan dalam unras 411 itu. Pelaku kemungkaran hanya bisa ditaklukkan dengan kekuatan negara.
Video orasinya itu kini telah beredar dan menjadi viral di media sosial. Kalau sama Kapolda Metro Jaya sebelumnya, Irjen Moechgiyarto, Ahmad Dhani berani memaki dengan sebutan cuk, tapi kalau sama Kapolda Metro Jaya yang sekarang, Irjen. Pol. M. Iriawan aka Iwan Bule, jangan macam-macam.
Para serigala berbulu domba pemecah persatuan bangsa, penyebar isu, penghasut ulung seperti si Ahmad Dhani ini sudah sepantasnya dibungkam dengan kekuatan negara sebelum semakin merajalela dan liar tak terkendali.
Ciri ciri orang seperti Ahmad Dhani ini selalu menebarkan kebencian dengan agregasi topik sensitif melalui ranah politik yang dikemas secara halus dengan nuansa SARA. Orang-orang seperti ini memiliki mentalitas pemecah belah persatuan bangsa dengan melihat peluang bibit dan embrio perbedaan di negeri ini.
Jangan jadikan bangsa ini bernasib sama seperti dijamannya Hitler dimana 6 juta orang dibantai secara sadis karena tak menghargai adanya perbedaan. Jangan jadikan bangsa ini bernasib sama seperti Srebrenica dimana 100 ribu rakyatnya harus kehilangan nyawa akibat tidak menghargai perbedaan.
Jangan jadikan bangsa ini seperti The Killing Fields di Kamboja dimana 1,7 juta rakyatnya tewas bergelimpamgan dibantai rezim Khmer Rouge pimpinan Pol Pot. Jangan pula jadikan bangsa ini bernasib sama seperti 2Â juta etnis Tutsi yang dibantai di Rwanda akibat tidak menghargai perbedaan.
Akan tetapi mari kita belajar dari Lebanon dimana tokoh Kristen, Michael Aoun, dilantik menjadi Presiden Lebanon pada tanggal 31 Oktober 2016 (Aljazeera News). Kayu aras dari Lebanon itu bisa menjadi tiang penyangga negerinya karena bangsa itu menjunjung tinggi perbedaan.