Anda masih ingat Partai Damai Sejahtera? Partai ini adalah salah satu partai politik di negeri ini yang berazaskan Pancasila dengan nilai-nilai kekristenan. Namun ditengah bahtera perjalanan politik mereka, Partai itu didera badai taufan dunia yang sedasyat badai angin ribut di danau Galilea ketika Yesus tertidur di perahu.
Partai yang berlambangkan Salip dan burung merpati itu merupakan leburan dari sepuluh Partai Kristen Kelas Bantam yaitu Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, Partai Kristen Demokrat, Partai Kesatuan Demokrasi Indonesia, Partai Demokrasi Kristen Nasional, Partai Demokrasi Kasih Bangsa, Partai Anugerah Demokrat, Partai Kemerdekaan Rakyat, dan Partai Kristen Nasional.
Dalam perjalanan karir politik mereka di negeri ini, Partai Damai Sejahtera dihajar konflik internal yang bertubi-tubi tanpa henti yaitu akibat adanya persaingan merebut kursi kepemimpinan PDS antara kubu Ruyandi Hutasoit dan kubu Rahmat Manullang. Di ujung perseteruan mereka, KPU akhirnya memutuskan hanya mengakui Ruyandi Hutasoit sebagai Ketua Umum PDS.
Rahmat Manullang yang sewot dan uring-uringan karena gagal total merebut kursi kepemimpinan PDS itu akhirnya melakukan manuver somasi hukum dengan menggugat kubu Ruyandi Hutasoit termasuk pula Menkumham Andi Matalatta karena menurutnya mereka telah semena-mena menzolimi dirinya dengan menerbitkan Surat Keputusan bahwa Ruyandi Hutasoit yang dianggap sah sebagai Ketua Umum PDS.
Perseteruan pucuk pimpinan bukan hanya antara Rahmat Manullang dan Ruyandi Hutasoit saja, akan tetapi Ruyandi Hutasoit juga berseteru dengan Gerry Mbatemooy, Pejabat Sementara Ketua Umum PDS yang dilantik secara sepihak, sehingga semakin porak porandalah kondisi internal partai berlambang Salip dan burung merpati itu.
Motivasi mereka yang sebelumnya murni memperjuangkan kebenaran, keadilan demi kepentingan umat Kristiani di negeri ini akhirnya tumbang rata dengan tanah akibat sepak terjang kepentingan pribadi mereka demi hasrat kedagingan dan duniawi di dunia yang fana ini.
Mungkin saja Tuhan marah dengan perjuangan mereka yang telah melenceng jauh, sehingga Tuhan pun memporan-porandakan partai itu sama seperti memporan-porandakan bahasa manusia yang berupaya membangun Menara Babel menuju puncak langit tertinggi untuk menggapai Tuhan.
Konflik internal dalam partai itu menyebabkan partai itu pecah berkeping-keping dan kehilangan kakinya. Mereka pun berjalan terseok-seok dan terpincang-pincang menuju Pemilu, sama persis seperti orang Israel yang Tuhan buat berjalan berputar-putar di padang gurun selama 40 hari lamanya, akibat bebalnya bangsa Israel dulu, setelah mereka bebas dari tanah perbudakan di Mesir menuju Tanah Perjanjian. Padahal jarak antara Mesir dan Israel enggak jauh-jauh amat.
Banyak orang Kristen saat ini yang beranggapan bahwa di peta politik Indonesia harus ada wakil-wakil orang Kristen yang menyuarakan kepentingan-kepentingan orang Kristen di negeri ini, seperti yang telah dilakukan oleh PDS ketika berjuang menentang keras UU Syariah di negeri ini sampai-sampai membuat Menteri Agama dan jajaran terkait kelimpungan tak tentu arah.
Namun bagaimanapun juga secara pribadi aku tak menyukai partai politik yang berbasis keagamaan. Menurut konsep yang aku pahami, para pemimpin agama sebaiknya fokus pada aktifitas keagamaan saja, bagaimana mereka membangun kembali krisis keyakinan yang saat ini semakin menggerus kaum muda di era Internet yang serba touch screen ini, bukan malah sibuk berpolitik ria menuju Senayan.
Tuhan sudah melakukan yang terbaik untuk orang Kristen di negeri ini, tak perlu lagi menuhankan diri dengan menjadi pahlawan kesiangan bagi orang-orang Kristen di negeri ini demi ambisi pribadi.