Baru saja aku tengok lapaknya mbak Ifani, tapi lapaknya itu kini kosong melompong, dan nama akunnya pun sudah diganti menjadi dua tanda pagar ##.
Sebenarnya tak perlu lah sampai se-ekstrim itu, nanti justru malah menimbulkan persepsi dan asumsi yang bukan-bukan, misalkan sengaja menghilangkan barang bukti, menghilangkan jejak, dan tudingan-tudingan miring lainnya.
Aku cukup mengenal mbak Ifani selama ini, Kompasianer yang baik, menulis apa adanya, Â namun ya jujur saja masih lugu dan polos dengan intrik-intrik di dunia maya yang penuh dengan tipu muslihat, karena terlalu percaya sama orang yang dikenalnya di dunia maya, sehingga akhirnya tersandung masalah yang sangat berat ini.
Sekalipun sudah tak pernah komen di tulisan-tulisan aku lagi, penilaian aku terhadap Kompasianer ini orangnya baik, supel, ceriwis, dan gaul.
Ya mungkin saja mbak Ifani tak menyangka akan tersandung masalah yang sangat berat ini, apalagi hanya seorang wanita, mentalnya tentu saja enggak sekuat pria ketika menghadapi masalah yang berat, namun toh kan ada keluarga yang mendampingi dan memberi dukungan.
Dunia maya memang kejam, kalau kita enggak benar-benar kenal seseorang, sebaiknya menahan diri untuk terlibat terlalu jauh, apalagi sampai nekat bertemu di dunia nyata. Resikonya tinggi.
Sedikit berbagi cerita, kenapa istri aku sampai detik ini masih trauma dengan dunia maya, karena dulu pernah dikerjain orang. Sekalipun masalah ini sudah lama, namun ia masih trauma sampai detik ini. Ia bertemu dengan orang yang akrab dengannya di dunia maya, lalu kopdar bertemu di dunia nyata.
Nomor handphonenya pun diberikan kepada orang itu, sehingga hampir tiap hari ditelpon oleh orang itu, diteror, dan diancam akan menyebarkan foto-foto kopdar mereka yang terlihat begitu akrab, mengancam melaporkan ke aku foto-foto keakraban mereka ketika kopdar, kalau istri ku tak mau berhubungan badan dengannya.
Jujur saja itu karena akibat dari keluguan dan ketololan istri ku terhadap dunia maya. Aku menyebutnya tolol karena itu memang salahnya juga. Saking sudah tak tahannya diteror dan diancam-ancam, nomor telponnya diganti, akun medsosnya pun ditutup. Sehingga justru membuat ku curiga.
Aku baru tahu hal itu, setelah aku diceritakan semuanya dengan terus terang tanpa ada yang ditutup-tutupi dan disembunyikan. Akibatnya memang fatal, orang itu ku jebak, dan babak belur sampai hampir mati. Kalau saja aku tak ingat rumah tangga ku dan kedua orangtua ku saat itu, sudah ku bunuh psikopat maniak seks itu.
Setiap peristiwa memang ada hikmahnya. Pelajaran yang dapat dipetik, jangan cepat percaya dengan orang yang kita kenal di dunia maya. Siapapun dia. Itu saja pointnya.