Kontraktor : "Bapak suka nyanyi ya? Denger-denger dari staff lapangan bapak, suaranya bagus nih."
Kerabat : "Ah bisa saja Bapak.."
Kontraktor : "Gimana kalau nanti malam Karaoke, pak. Ada tempat bagus lho pak di Selatan (maksudnya Jakarta Selatan), nyanyi sambil ditemani yang bening-bening. Nanti saya atur deh, pak. Supaya seger lah, sekali-sekali refreshing pikiran jadi enteng."
Kerabat: "Ok pak, siapp.."
Kontraktor : "Nah, gitu dong. Nanti sore saya jemput di kantor ya. Kita makan dulu di Thamrin."
Kerabat : "Terima kasih pak"
Kontraktor: "Oh ya pak, ngomong-ngomong, besok pagi saya submit BA Commissioning ya pak. Spek pekerjaan sudah sesuai dengan kriteria gedung kan, pak?"
Kerabat : "Sudah sesuai, pak. Tidak ada masalah."
Kontraktor : "Mantap nih. Ok pak, sampai ketemu nanti sore ya."
Modus halus tersamar macam begini ini sudah biasa dalam dunia bisnis setiap hari di kota-kota besar, macam Jakarta ini. Kalau enggak begitu, bisnis enggak lancar, pembayaran tertunda, dan lain sebagainya. Ini sama persis yang dilakukan Sutan Bhatoegana ke Rudi Rubiandini itu dengan modus gaya bahasa tersamar minta jatah THR.
Seperti biasa kalau maling mengaku, maka penuhlah penjara. Ketika dicecar di ruang pengadilan apakah pernah menyindir Rudi Rubiandini minta THR, Sutan Bhatoegana mati-matian tak mau mengakuinya.