Gonjang-ganjing dunia persilatan program Mobil Murah Ramah Lingkungan alias Low Cost Green Car (LCGC), mulai memanas. Saat ini Jokowi sebagai pionir penggagas penolakan mobil murah dinilai ngawur oleh Marzuki Ali karena menolak mobil murah dengan alasan hanya bikin macet Jakarta.
Menurut punggawa Partai Demokrat itu, masalah kemacetan adalah urusan pemerintah daerah yang harus diselesaikan dan tak bisa disangkutpautkan dengan rencana mobil murah yang akan mendatangkan banyak manfaat.
Masalah kemacetan itu adalah kewajiban pemerintah daerah, jangan dikaitkan dengan industrialisasi, itu namanya ngawur. Justru program mobil murah ini mendatangkan banyak manfaat, salah satunya buka kesempatan kerja. Jadi jangan dikaitkan dengan kemacetan, ungkap Marzuki diplomatis.
Wakil Presiden Boediono juga mendukung program mobil murah ini. Entah darimana cara menghitung rumusnya, Boediono memastikan bahwa mobil murah ini hanya menambah 3 persen dari jumlah kendaraan yang ada saat ini. Menurut Boediono yang low profile itu, kita tak perlu menghambat orang beli mobil. Kemacetan tak boleh diatasi dengan mengorbankan kepentingan industri yang dibutuhkan untuk menggerakkan roda perekonomian.
Rakyat Jelata Butuh Makan, Bukan Butuh Mobil Murah
Sebagai seorang rakyat jelata, terus terang aku juga terheran-heran dengan kengototan pemerintah pusat saat ini yang sebegitu menggebu-gebunya mencanangkan program mobil murah itu. Bukannya aku tak mendukung program Pemerintah, akan tetapi bagi aku sepertinya ada udang dibalik batu. Entah udangnya siapa, dan batunya apa, tak tahu pulak aku.
Bisa saja program mobil murah ini justru diperjuangkan oleh pejabat-pejabat yang pernah menjadi duta dagang Indonesia, alias calo. Mereka yang pernah menjadi pengurus industri otomotif, dan yang keluarganya pemegang lisensi penjualan mobil murah. Itulah sebabnya anda jangan heran akan banyak Pejabat publik yang mencoba memanfaatkan isu mobil murah ini untuk kegiatan populis.
Menurut pemahaman aku, daripada urusin itu mobil murah, sebaiknya pemerintah fokus dulu kepada pemerataan pembangunan khususnya dibidang industri pertanian.
Ini supaya tak ada lagi fenomena konyol yang bikin negara lain terpingkal-pingkal kok bisa di negeri yang katanya gemah ripah loh jinawi itu, tanam kayu dan batu jadi tanaman, harga bawang bisa mahal, harga kedelai bisa melambung tinggi, tapi harga mobil dibuat murah. Logika kok dibolak-balik. Aneh kan?
Aku tak tahu apakah para pemangku kebijakan itu punya empati bahwa yang dibutuhkan rakyat banyak saat ini adalah sembako murah, bukan mobil murah. Tolong Pemerintah prioritaskan dahulu harga pangan yang mudah dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat daripada memikirkan bagaimana memberikan masyarakat mobil murah yang sebenarnya tak ada juntrungannya sama sekali itu.
Potensi Kehilangan Pendapatan Pajak Negara