Kenapa ku bilang aneh? Ini alasannya.
Pada bulan kelima di tahun 1998 yang silam, dalam Pidato kenegaraannya, Soeharto menyerahkan estafet kepemimpinannya ke Wiranto untuk mengambil alih kendali negara. Akan tetapi Wiranto tak mau memanfaatkan kesempatan itu. Padahal posisi Wiranto pada saat itu sama persis dengan posisi Soeharto yang mengambil alih kekuasaan dengan berbekal sepucuk surat sakti bernama Supersemar dari Soekarno.
Lalu pada Sidang Umum tahun 1999 lalu, Wiranto ditawari menjadi Calon Presiden dari fraksi poros tengah untuk menjegal deru laju Megawati menjadi Presiden ke-4. Lagi-lagi Wiranto tak mau memanfaatkan kesempatan itu.
Kenapa Wiranto tak mau memanfaatkan dua kali kesempatan emas itu? Bukankah pepatah mengatakan kesempatan tak mungkin datang kedua kali? Tapi ini dua kali kesempatan emas datang kepada dirinya, dan ia tak mau memanfaatkan momen-momen yang indah itu dengan sebaik-baiknya. Ada apa ini?
Ataukah mungkin saja Wiranto ini ingin bermain cantik menunjukan kepada bangsa ini seolah-olah ia tak mau aji mumpung. Padahal sejarah mencatat beberapa Presiden RI menjadi orang nomor satu di negeri ini juga karena aji mumpung tanpa melalui sistem mekanisme Pemilu. Contohnya Soekarno, Soeharto, dan BJ Habibie itu.
Setelah dua kali menolak jadi Presiden, Wiranto lalu maju mencalonkan dirinya menjadi Calon Presiden melalui Golkar pada Pemilu 2004, yang justru berbuah kepahitan karena tak dipilih rakyat menjadi orang nomor satu di negara ini.
Akar kepahitan kegagalannya pada Pemilu 2004 itu tetap saja Wiranto ini kekeh jumekeh mencoba lagi keberuntungannya dengan mengadu nasib mencalonkan dirinya menjadi Cawapres melalui Golkar pada Pemilu 2009. Lagi-lagi buah kepahitan terpaksa ditelannya lagi. Gagal lagi tak dipilih rakyat.
Kenapa bisa begitu? Kenapa Wiranto selalu gagal dan gagal lagi pada dua periode Pemilu 2004 dan 2009 lalu? Ini karena rakyat masih trauma dengan peristiwa chaos di Jakarta pada tahun 1998 silam.
Masih terekam jelas dalam sanubari para korban yang tersakiti akibat pembantaian rakyat tak berdosa, pembantaian dan perkosaan massive warga etnis keturunan cina, dan penculikan para aktivis Reformasi.
Belum lagi penembakan brutal secara membabi buta kepada para mahasiswa pejuang Reformasi yang dilakukan oleh para prajurit bermental keparat. Semua peristiwa berdarah itu atas instruksi Soeharto melalui Wiranto karena ingin negara ini tetap dalam kendali militer.
Yang anehnya, ketika Jakarta dalam kondisi genting, Wiranto justru meninggalkan Jakarta menuju malang dengan membawa serta Jenderal-Jenderalnya. Maksudnya apa pulak ini?