Tindakan RS. Jakarta Medical Center (JMC) di Jalan Buncit Raya, Jakarta Selatan ini sungguh keterlaluan, tak manusiawi, dan berprikebinatangan. Bagaimana tak keterlaluan, mereka ini menolak menolong korban tabrak lari, Indah Mutiara (34), yang ditabrak Nissan Livina di Jalan Ampera, Jakarta Selatan, pada pukul 00.30, 27 Desember 2012.
Alasan penolakan korban tabrak lari yang tinggal di Jl. SMA 14, Cililitan, Kramat Jati, Jakarta Timur itu, karena si pasien tak punya uang yang cukup. Pagi ini pasien tersebut akhirnya terpaksa meninggalkan Rumah Sakit JMC itu dengan menahan sakit, ditemani sang suami dan kedua saudara laki-lakinya.
Sebagai informasi, Kecelakaan tabrak lari di Jalan Ampera terjadi pada tanggal 27/12/2012 sekitar pukul 00.30 WIB antara Nissan Livina dengan Nopol B 1796 KFL yang menabrak Daihatsu Taruna Nopol B 8162 RR. Karena tak terima, mobil Livina itu lalu dikejar oleh mobil Taruna itu.
Dalam aksi kejar-kejaran tersebut, Livina maut itu menabrak sejumlah sepeda motor, gerobak pecel lele, serta tujuh orang. Dua orang meninggal dunia dalam insiden nahas tersebut.
Pihak RS JMC mematok biaya pengobatan sebesar Rp 5 juta kepada Indah yang merupakan salah satu korban tabrak lari. Namun sang suami tak sanggup bayar penuh karena dia hanya punya uang tunai sebesar Rp 4 juta. Pihak RS. JMC tetap keukeuh jumekeh menolaknya sekalipun suaminya sudah menawarkan BlackBerrynya sebagai jaminan.
Ini Rumah Sakit fungsinya mau menolong mengobati orang atau mau cari uang? Benar-benar keterlaluan ini. Namanya juga Rumah Sakit, ya tolonglah ditangani dulu. Masalah pembayaran biaya pengobatan, keluarga korban kan bisa mengupayakannya, yang penting selamatkan dulu pasien yang kesakitan itu.
Hidup diduna ini hanya sementara, ketika kita mati bukan uang yang menguburkan kita. Jadi tolonglah bapak-bapak Pimpinan RS. JMC agar bijaksana dan manusiawi sedikit. Bagaimana seandainya jika posisi bapak-bapak sebagai pasien itu? Terimakah bapak-bapak jika ditolak Rumah Sakit hanya karena kurang uang hanya Rp. 1 Juta itu? Nyawa manusia itu tak bisa disebandingkan dengan berlembar-lembar kertas uang!
Bagaimana jika (mohon maaf) pasien itu meninggal dunia karena terlambat penanganan hanya karena masih proses tarik ulur negosiasi biaya pengobatan? Berapa banyak keluarga yang ditinggalkannya terluka hatinya? Sudahkah bapak-bapak memikirkan dampak hal itu? Jangan hanya hanya memikirkan uang, uang, dan uang saja.
Sungguh ku sangat prihatin sekali ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H