Memaksaku segera keluar dari kandungan
Bapak berpeluh sambil memutar-mutar buah tasbih
Sebelah tangannya diperas oleh jemari ibu
Setibanya aku di tangan dukun bayi
Bapak berbisik di kanan kiri telingaku
Surat-surat harapan mulai ditulis
Satu dua todongan ikut memutus tali pusarku
Semoga dan amin riuh menghujani ubun-ubun
Orang-orang membincangkan kebaikan Tuhan
Tak terasa lama aku,
Telah berlari mengejar
Telah mengayuh laju
Telah membusung naik
Dikira waktu itu telah tepat
Bapak bertanya
Ibu menimpali
"Mau jadi apa kau, Nak?"
Kukira belum tepat waktu itu
Kukita tidak tepat waktu itu
Kukira tak ada waktu tepat untuk itu
"Mau jadi apa aku ini?"
Aku mencoba meraba
Meraba aku
"Ada apanya di dalam aku ini?"
Katanya, aku
"Mana bisa kau menjadi ini"
"Mana bisa kau menjadi itu"
"Mana bisa, kau tak bisa"
Seperti itu katanya
Bahkan aku tak sanggup menatap telapak-telapakku
Tidak berbuah tidak berkembang
"Lalu mau jadi apa aku ini?"
Di mana harap-harap yang telah ditulis dahulu?
Apa gunanya harap-harap itu?
Menyiram tidak, memupuk juga tidak
Kemana pula tiupan doa-doa dahulu itu
Mungkinkah meliuk ke barat dan timur ubun-ubunku
Kanan kiri rumah terasa riuh
Lebih riuh daripada tangisan pertamaku dulu
Kenapa pula orang-orang ini
Menyibukkan diri dengan membincangkan urusan Tuhan