Sisa utang pemerintah masih berupa kewajiban di dalam negeri: Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang dipimpin Anggito Abimanyu, Taspen, BPJS Tenaga Kerja, dan Bakti Telkom. Selain berstatus SUN dan seperti Taspen (dana pensiun TNI, Polri dan ASN) dibayarkan lewat APBN, beban APBN saat ini Rp3,325 triliun dengan defisit Rp522,8 triliun hampir senilai bunga cicilan utang. Jika postur APBN dengan total pengeluaran hampir senilai Rp3,325 triliun dengan rincian 20% biaya Pendidikan (UU), biaya rutin pemeritah Rp1.090,1 triliun (33%), non kementerian/lembaga Rp1.376 triliun (41%), dan daerah Rp857,1 triliun (25%), serta bayar bunga utang mencapai 14-15% atau Rp500 triliun. Belum lagi anggaran IKN (Ibu Kota Negara) dan ambisi arsitektur Joko Widodo (Maret-Oktober 2024), serta biaya Pemilu 2024 sungguh memberatkan postur APBN kita di tahun 2024. Jika kewajiban dalam negeri dibayarkan SMI tidak tersedia dananya. Jika utang angka yang dikatakan Misbakhun kredibel karena disinyalir dibocoran 'orang dalam' Kementerian Keuangan, rasio utang kita sudah hampir 100% dan pondasi postur negara sangat rapuh.
Tentu dalam hal ini pemerintah perlu merasa khawatir karena bagaimanapun kondisi internal di dalam negara dirasa belum maksimal. Perlu adanya kesadaran bagi setiap warga dalam menjalankan kewajiban bayar pajaknya tersebut, karena dengan pembayaran pajak setiap warga negara itu dapat membantu membiayai anggaran pembangunan negara (APBN) dan anggaran pembangunan daerah (APBD). Jika warga negara kehilangan atau menurun kesadaran dirinya dalam membayar pajak tentu itu akan merugikan negara, karena dengan hal tersebut dapat menambah jumlah hutang negara.
Target penerimaan di APBN 2024 sebesar Rp. 1.718,5 triliun lebih besar dibandingkan kewajiban cicilan hutang sebesar Rp 507,5 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah memiliki kemampuan yang cukup untuk membayar cicilan hutangnya. Walaupun dikatakan pemerintah cukup untuk membayar hutang negara akan tetapi perlu adanya kerja keras dalam meningkatkan penghasilan lokal agar tidak terus menerus terjadi ketergantungan atau menambah jumlah hutang pada negara terkait.
1. Muhammad Rajhi Afkar   (22010200028)
2. Rey Salsabila            (22010200032)
3. Mawadah Latifah         (22010200039)
4. Ruzica Sevilla Rahma     (22010200041)
5. M. Ramadhan Putra       (22010200062)
6. Syarifah Hanum          (22010200066)
7. Ardiansyah              (22010200073)
Referensi sumber data :