Pagi (pernah) hadir keras menolak takdir
(Se)saat raga lelah, fikir terus saja mondar-mandir tak mau dengar jemari mencibirÂ
Mata menyapu pandang seorang musafir di titik nadir Â
Dipenghujung hari dia hitung helaan nafas sebagai butir pasir di pesisir
Didatangkannya seorang penafsir
Dirapalnya doa-doa dalam sapuan ombak bergilir, bergeming tubuhnya dirambat angin semilir
Cabar hati mencukup nadi seorang penyair amatir. Tahu ia tak akan pernah terlahir
Ia terlelap dalam zikir yang dibisik tiada akhir
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H