Hal yang biasa belum tentu selalu benar. Banyak hal dalam kehidupan ini yang dianggap normal atau umum, namun ternyata tidak selalu akurat atau benar. Yang biasa belum tentu yang benar merupakan sebuah prinsip yang menyatakan bahwa popularitas atau kebiasaan suatu hal tidak selalu menjamin kebenarannya.
Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali kita terjebak dalam asumsi bahwa apa yang biasa atau umum dilakukan adalah yang benar atau tepat. Namun, hal tersebut tidak selalu terjadi, contoh saat seseorang mengklaim bahwa makanan organik pasti lebih sehat daripada makanan non-organik. Meskipun banyak orang percaya bahwa makanan organik lebih baik untuk kesehatan, namun belum tentu semua makanan organik secara otomatis lebih sehat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan dalam nilai gizi antara makanan organik dan non-organik. Jadi, sementara makanan organik mungkin lebih disukai oleh beberapa orang, tidak ada jaminan bahwa mereka benar-benar lebih sehat.
Oleh karena itu, penting untuk tidak hanya mengikuti apa yang dianggap umum atau biasa, tetapi juga untuk melakukan penelitian dan refleksi diri untuk mencari kebenaran yang sesungguhnya.
Lalu bagaimana dengan bahasa dan pilihan kata yang “biasa” kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari? Jangan-jangan selama ini kita terjebak dengan asumsi bahwa yang biasa adalah yang benar. Sekarang, yuk kita refleksikan bahasa atau pilihan kata yang “biasa” kita gunakan sehari-hari.
Ada beberapa pilihan kata yang mungkin bisa kita jadikan bahan refleksi apakah selama ini kita menggunakan kata yang benar? baik dari segi penulisan atau pengucapan. Misalnya, kita lebih sering memilih menggunakan kata apotik ataukah apotek? Kalau kita lebih memilih kata apotik untuk kita gunakan sehari-hari dengan alasan lebih banyak yang menggunakan daripada kata apotek. Kemudian, karena alasan itu akhirnya kita anggap kata apotik adalah kata yang benar, bisa jadi kita termasuk orang yang terjebak pada asumsi bahwa apa yang biasa atau umum dilakukan adalah yang benar atau tepat.
Bagaimana dengan kata materai dengan kata meterai? Kata rapih dengan kata rapi? Kata berpikir dengan kata berfikir? Kata nafas dengan kata napas? Kata kadaluwarsa dengan kata kedaluwarsa? Kata rapor dengan kata raport? Kata salat dengan kata shalat?
Saya tidak akan menjelaskan kata mana yang benar, agar kita semua bisa menjadikan beberapa contoh pilihan tersebut sebagai bahan refleksi. Harapannya dapat menjadikan kita lebih peduli untuk mencari tahu terlebih dahulu kata yang benar untuk digunakan, bukan sekedar karena kata tersebut banyak digunakan oleh kebanyakan orang sehingga kita ikut juga menggunakan. Dan pada akhirnya kita juga berharap dalam penggunaan bahasa, kita tidak menjadi orang yang sekedar ikut-ikutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H