Mohon tunggu...
Maurus Reza
Maurus Reza Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Denda Keterlambatan Atas Pengadaan Barang dan Jasa di Indonesia

17 November 2016   08:05 Diperbarui: 21 Desember 2016   18:45 1824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maurus Reza (A15.2016.00663)

Kita sering menjumpai proyek konstruksi di sekitar kita, baik itu rumah, pertokoan, bahkan yang skalanya besar seperti hotel, apartment, hingga pusat perbelanjaan seperti mall. Namun di dalam dunia persipilan, ada beberapa kendala yang cukup berarti yang dapat mempengaruhi suatu proyek itu sendiri, misalnya keterlambatan turunnya termin yang disebabkan karena faktor internal dan eksternal, SDM para pekerjanya yang kurang, atau keterlambatan pengadaan bahan-bahan pendukung yang dibutuhkan berasal dari luar daerah. 

Keterlambatan tersebut dapat mengakibatkan seorang pemborong (penyedia jasa) atau yang mempunyai proyek, menanggung denda sebesar 1/1000 per hari dan atau maksimal sebesar 5% dari nilai kontrak. Denda ini diatur dalam  peraturan LKPP No. 14/2012, dan besarnya denda kepada penyedia atas keterlambatan adalah sebagai berikut:

  1. 1/1000 (satu perseribu) dari harga bagian kontrak yang tercantum dalam Kontrak dan belum dikerjakan, apabila bagian pekerjaan dimaksud sudah dilaksanakan dan dapat berfungsi; atau
  2. 1/1000 (satu perseribu) dari harga Kontrak, apabila bagian barang yang sudah dilaksanakan belum berfungsi.

Sementara itu keuntungan seorang penyedia jasa dalam rincian / perhitungan nilai proyek ditetapkan / dicantumkan sebesar 10% dari nilai proyek, sebagaimana diatur dalam Perpres 54 tahun 2010 pasal 66 ayat 8. Dari fakta tersebut denda sebagaimana diatur di atas, apabila dihitung menunjukan bahwa denda sebesar itu terlalu berat untuk si penyedia jasa. Sebagai contoh, ada sebuah perumahan di kawasan kota Semarang, yang bernilai 2 Milliar.

Proyek ini mengalami keterlambatan yang sebagian besar diakibatkan karena cuaca yang kurang mendukung, seperti material konstruksi yang didatangkan dari daerah lain, yakni kayu hitam Sulawesi Tengah, dan berdasarkan wawancara yang saya lakukan dengan pemborong proyek ini, yaitu pak Rachman (nama disamarkan), si pemborong proyek atau pak Rachman harus membayar denda sebesar 2 juta rupiah per harinya, atau maksimal 5% dari nilai proyek yakni sebesar 100 juta rupiah. 

Jumlah tersebut tentunya cukup besar dibandingkan dengan keuntungan 10% dari proyek itu atau sebesar 200 juta rupiah. Hal ini akan membuat si pemborong proyek tidak mendapatkan keuntungan karena dari sisa keuntungan tersebut masih banyak kewajiban yang harus dia bayarkan seperti, membayar tukang, materi atau bahan yang dibutuhkan, dan lain-lain.

Dengan fakta tersebut, apakah denda sebesar 1/1000 tersebut tidak terlalu besar sebagai seorang penyedia barang dan jasa?

dokumen pribadi
dokumen pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun